PENGENALAN DINI DEMAM BERDARAH DENGUE

sumber : milis balita-anda

dr. Syafruddin Mapata, Sp.A.

PENDAHULUAN

Demam Berdarah Dengue atau lazim disebut Demam Berdarah menjadi pembicaraan
yang hangat belakangan ini. Di tempat umum, seperti di pasar, di perkantoran,
di rumah sakit lebih tinggi lagi. Orang membicarakan kengerian akan demam
berdarah. Umumnya mereka membicarakan tentang keluarga atau sanak kerabatnya
yang menderita demam berdarah, sudah berapa hari dirawat, berapa botol infus
dihabiskan, berapa biaya sudah dikeluarkan bahkan kesedihan karena semua
usahanya sia-sia bila keluarga atau kerabatnya harus direlakan pergi
selama-lamanya.

Memang penyakit DB ini mengalami kenaikan insiden dalam bulan-bulan terakhir
ini sehingga dimasukkan ke dalam kategori Kejadian Luar Biasa. Karena itu
dirasa belum terlambat untuk memberikan pemahaman tentang beberapa hal
menyangkut demam berdarah.

Selama hampir dua abad, penyakit dengue digolongkan sejajar dengan demam,
pilek, atau diare, yaitu sebagai penyesuaian diri seseorang terhadap iklim
tropis. Namun sejak timbulnya wadah Dengue di Filipina pada tahun 1953-1954
yang disertai renjatan, perdarahan saluran cerna, dan berakhir dengan
meninggalnya penderita, maka pAndangan ini pun berubah. Dan sejak itulah
istilah Haemorrhagic Fever atau DB digunakan. Kenyataan sekarang ialah bahwa
penyakit ini menempati urutan ke delapan kesakitan Asia Tenggara dan Pasifik
Barat.

PENYEBAB

Penyakit DB termasuk golongan penyakit Arbovirus, singkatan dari
Arthropod-borne viruses, artinya virus yang ditularkan melalui gigitan binatang
arthropoda. Dalam hal ini DB ditularkan oleh sejenis nyamuk yang disebut
Aedes Aegypti. Nyamuk betina menghisap darah untuk kebuhan reproduksi. Tiga
hari setelah menghisap darah maka ia akan bertelur sebanyak 100 butir.
Selanjutnya mulai menghisap lagi dan bertelur lagi. Nyamuk Aedes tergolong
antropofilik yaitu paling doyan darah manusia. Berbeda dengan spesies nyamuk
lain yang biasanya sudah cukup puas dengan menggigit/menghisap darah satu orang
saja, maka nyamuk Aedes mempunyai kebiasaan menggigit berulang, yaitu menggigit
beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat. Hal ini disebabkan
karena nyamuk Aedes sangat sensitif dan mudah terganggu.

Nyamuk Aedes Aegypti diduga berasal dari benua Afrika terutama Etiopia,
kemudian terbawa oleh kapal dagang ke daerah pesisir Asia Tenggara dan kemudian
masuk ke dalam pedalaman. Bila nyamuk betina menggigit/menghisap darah orang
yang menderita DB maka virus akan masuk ke dalam tubuh nyamuk. Selanjutnya
diperlukan waktu sekitar 9 hari agar nyamuk menjadi infeksius dan dapat
menularkan kepada korban yang lain. Walaupun umur nyamuk dewasa hanya
kira-kira 10 hari, namun dengan sifat menggigit berulang maka cukup banyak
korban yang bisa terinfeksi.

Nyamuk betina biasanya menggigit di dalam rumah pada waktu siang hari, di
tempat yang agak redup. Nyamuk betina meletakkan telurnya di permukaan air
yang jernih dan terlindung dari sinar matahari langsung. Lebih disukai tempat
air di dalam atau dekat rumah, terutama tempat air yang bertutup longgar atau
jarang dikuras.

PERJALANAN PENYAKIT

Setelah nyamuk infeksius menggigit korban maka virus akan berkembang biak dalam
tubuh korban. Setelah waktu 4-6 hari atau yang disebut juga masa inkubasi maka
penderita mulai demam tinggi. Pada hari ketiga penderita mengalami resiko syok
dan kalau bisa diatasi maka fase penyembuhan dimulai setelah hari sakit ketujuh.

Pada fase awal demam ditandai dengan demam mendadak tinggi disertai muka
kemerahan dan sakit kepala. Kehilangan nafsu makan, muntah dan nyeri di ulu
hati sering dikeluhkan. Selanjutnya timbul bintik merah di kulit yang mirip
gigitan nyamuk.

Fase berikut dari perjalanan penyakit demam berdarah ialah fase syok, yang
merupakan fase kritis penyakit DB. Pada saat ini suhu badan cenderung turun.
Penderita terlihat lemah, gelisah dan berkeringat. Kaki tangan terasa dingin,
denyut nadi sukar diraba. Dapat terjadi mimisan, muntah darah, atau berak
darah. Pada saat ini bila penderita tidak segera diobati dengan pemberian
cairan infus maka kondisi penderita akan terus memburuk dan terjadi syok yang
berakhir dengan kematian.

GEJALA DAN TATA LAKSANA

Bagaimana penatalaksanaan selanjutnya dari DBD? Sebelumnya perlu dikenal
dahulu gejala dini DBD. DBD merupakan penyakit akut yang ditAndai dengan 4
gejala klinik, yaitu:

– Demam tinggi
– Fenomena perdarahan
– Hepatomegali
– Seringkali kegagalan sirkulasi darah

Bila seorang anak menderita demam tinggi mendadak, muka kemerahan, tidak ada
gejala infeksi saluran nafas (mis.: batuk, pilek, sakit tenggorokan), ditambah
bintik merah di kulit, sebaiknya penderita dibawa segera ke dokter. Dokter
akan melakukan uji Torniquet, yang akan sangat membantu diagnosis awal DBD.

Uji Torniquet dilakukan dengan memasang tensimeter pada lengan atas anak,
memberi tekanan tertentu dan bila positif, maka dalam waktu ± 3 menit akan
timbul bintik-bintik merah di bagian bawah.

Langkah selanjutnya adalah pemeriksaan laboratorium. Dua fenomena penting yang
selalu dicermati di pemeriksaan laboratorium, yait penurunan jumlah thrombocyte
di darah (thrombocytopenia) dan kenaikan konsentrasi plasma darah
(hemokonsentrasi). Kadar thrombocyte darah normal berkisar sekitar 150.000 –
400.000/mm3.

Seorang tersangka menderita DB sebaiknya dirawat di Puskemas atau di RS. Lebih
baik mencurigai dan merawat sebagai DB walaupun akhirnya ternyata bukan,
daripada menyesal kemudian. Sebelumnya penderita dianjurkan minum banyak, beri
obat penurun panas, dan kalau perlu dikompres dengan air hangat. Obat panas
yang dianjurkan adalah dari golongan parasetamol dan jangan dari aspirin atau
asetosal karena memperparah resiko perdarahan. Golongan metamizole secara umum
dilarang penggunaannya pada anak karena efek samping yang ditakuti berupa
agranulositosis, anemia aplastik dan thrombocytopenia.

Syok pada demam berdarah terjadi karena kebocoran pipa pembuluh darah sehingga
cairan plasma darah merembes ke luar dari pembuluh darah dan berkumpul di
rongga-rongga tubuh yaitu rongga perut dan rongga dada. Akibatnya pipa
pembuluh darah menjadi kolaps dan jalan mengatasinya ialah dengan infus.
Begitu masa kritis dilewati maka kebocoran pipa pembuluh darah akan membaik,
cairan plasma kembali masuk ke pembuluh darah. Keadaan umum penderita membaik
yang ditAndai dengan penderita mulai minta/mau makan.

Keadaan fatal pada DB terjadi bila syok tidak segera diatasi, atau bisa terjadi
perdarahan masif saluran cerna berupa muntah darah dan berak darah. Keadaan
fatal lainnya ialah encephalopatia, yang ditandai dengan penurunan kesadaran
dan kejang-kejang.

KESIMPULAN

Disimpulkan bahwa perlunya masyarakat awam mengenal tanda-tanda DB, kapan anak
harus dibawa ke dokter/puskesmas/rumah sakit, untuk mencegah terjadinya hal-hal
fatal yang tidak diinginkan

Demam Berdarah Tak Pilih Kasih

sumber : http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/01/23/04225059/demam.berdarah.tak.pilih.kasih

Handrawan Nadesul

Presiden Direktur atau CEO PT Astra International Michael D Ruslim
yang kemarin lusa wafat karena DBD sepatutnya tak cuma mengundang
sesal sanak keluarga, terlebih merundungi kita semua. Mengapa?

Siapa pun mestinya tak perlu jadi korban demam berdarah dengue (DBD).
Seturut paham medik, itu kematian prematur (premature death) yang
kelewat sederhana. Masih pantas CEO dikalahkan serangan jantung, atau
kanker. Menjadi tragedi kalau nyawa terenggut cuma gara-gara nyamuk.
Pikiran medik meniscayai kejadian itu bisa digagalkan. Selain dengan
menghalau nyamuk belang hitam-putih pembawa virus dengue, juga
membangun wawasan masyarakat soal cara menghindarinya, Namun, sayang,
kondisi preventif seperti itu belum juga penuh terbentuk.

Daerah bebas nyamuk

Memberantas DBD lebih soal urusan bagaimana menekan populasi nyamuk
pembawa virus dengue. Ada dua kepelikan dalam upaya meniadakan nyamuk
jenis ini: susahnya menyingkirkan sarang perindukan nyamuk dan tak
mudah mengajak masyarakat menyingsingkan lengan baju.

Derasnya mobilisasi masyarakat menjadikan virus dengue makin lekas
lebar menyebar lewat pesawat udara, bus, dan kereta api. Bahkan, kini
DBD bukan lagi penyakit kota sebagaimana kodratnya, tetapi sudah lama
merambah desa. Ini petaka.

Wabah DBD yang berjangkit di pedesaan cenderung muncul lebih kerap
karena masyarakatnya belum dibuat melek cara mencegahnya. Padahal,
setiap kali wabah DBD berjangkit, populasi virus dari tubuh pasien
yang akan disebarkan nyamuk juga kian berlipat ganda. Itu berarti
makin meninggikan risiko masyarakat terserang DBD.

Upaya meniadakan nyamuk hanya satu, yakni menyuluh masyarakat. Bukan
air comberan atau sampah, melainkan air jernih tergenang, tempat
nyamuk Aedes bersarang. Maka, segala yang berpotensi menjadi sarang
perindukan nyamuk wajib disingkirkan. Kebijakan pencegahannya bukan
dengan menyemprot (fogging), melainkan membunuh jentik dengan
larvasida, mengingat umur nyamuk dewasa tak lebih panjang dari
jentiknya. Nyamuk dewasa baru disemprot kalau sudah ada yang
terjangkit.

Lingkaran setan kerap terjadi. Makin acap wabah DBD berjangkit, makin
bertambah populasi virus dengue. Apabila pada saat yang sama populasi
nyamuk pembawa virusnya juga bertambah, makin besar risiko masyarakat
terjangkit. Karena itu, upaya mencegah wabah DBD perlu dua gatra
terpadu, yaitu menyiangi sanitasi dari sarang nyamuk dan membuat
masyarakat melek cara pencegahannya.

Belajar dari Kuba

Kini, wilayah endemik DBD sudah melebar ke semua provinsi. Tangan
pemerintah tak cukup panjang meladeni upaya pencegahan. Melihat tabiat
jangkitan penyakitnya, perlu gerakan gotong royong masyarakat.

Tak boleh ada lagi sarang nyamuk di pekarangan, waspadai rumah,
kantor, dan gedung kosong tak berpenghuni di tempat sarang nyamuk tak
terusik bersumber. Kegiatan larvasida dilakukan merata ke seluruh
rumah tanpa kecuali di wilayah langganan terjangkit setiap menjelang
musim hujan. Kita belum rajin secara rutin melakukannya.

Kendala kita, kebanyakan masyarakat belum memahami cara pencegahan
DBD. Yang sudah memahami, tidak melakukannya. Tak cukup hanya imbauan
karena lebih banyak masyarakat sukar patuh melakukan pencegahan. Radio
dan televisi saatnya ikut menyuluh masyarakat.

Penyiangan lingkungan belum paripurna. Puskesmas dan rumah sakit masih
luput menyiangi lingkungannya dari sarang nyamuk. Padahal, di situ
sumber penyakit yang datang dari pasien berpotensi estafet berjangkit.
Juga perhatian pada lingkungan sekolah karena DBD lebih banyak menimpa
usia anak.

Belajar dari Kuba pada tahun 1981 dalam memberantas DBD, masyarakat
perlu digerakkan. Militer dikerahkan, selain murid sekolah berpraktik
mengenali jentik dan membasminya. Pemerintah juga minta uluran tangan
LSM serta organisasi perempuan bersama-sama menggerakkan masyarakat
bergotong royong menyiangi lingkungan dari sarang nyamuk, dan
berhasil.

Kini, Kuba bebas DBD. Tinggal satu yang masih terus dilakukan agar
wabah tak lagi berjangkit. Secara reguler Kuba memantau kepadatan
jentik nyamuk. Itu pun dilakukan bersama masyarakat secara bergotong
royong.

Kultur kita mendukung untuk mengadopsi cara pemberantasan DBD seperti
ini. Tinggal kemauan politik membuatnya jadi sebuah kebijakan
sederhana yang sesungguhnya tak perlu ongkos tinggi. Lebih mahal
apabila sudah telanjur banyak kasus masuk rumah sakit, atau sampai
merenggut sosok penting yang masih dibutuhkan masyarakat.

Handrawan Nadesul Seorang Dokter

DEMAM BERDARAH DENGUE

sumber :http://www.diskes.jabarprov.go.id/index.php?mod=pubInformasiPenyakit&idMenuKiri=56&idSelected=1&idInfo=14&page=

PENDAHULUAN

Demam dengue / Dengue fever / DF dan demam berdarah dengue / DBD / dengue haemorrhagic fever / DHF, adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan atau nyeri sendi yang disertai penurunan dari sel darah putih, adanya bercak kemerahan di kulit, pembesaran kelenjar getah bening, penurunan jumlah trombosit dan kondisi terberat adalah perdarahan dari hampir seluruh jaringan tubuh.

ETIOLOGI

DF dan DHF disebabkan oleh virus dengue, merupakan virus dari genus Flavivirus, yang memiliki beberapa jenis yaitu DEN-1 sampai DEN-4, dan di Indonesia palng banyak adalah virus DEN-3. Infeksi virus dengue ini dapat terjadi reaksi silang dengan virus lain seperti virus yellow fever, japanese enchepalitis dan west nile virus, yang akan memperberat gejala dari infeksi virus ini sendiri.

EPIDEMOLOGI

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia tenggara, Pasifik barat dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Angka kejadian DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 oer 100.000 penduduk dan terus menurun hingga 2% pada tahun 1999.

Penularan infeksi virus dengue tejradi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berhubungan dnegan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air).

Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu 1) vektor (nyamuk), terutama berhubungan dengan sanitasi lingkungan, 2) Penjamu (manusia) terdapatnya penderita dilingkungan, 3) Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.

PATOGENESIS

Terdapat bukti kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan demam dengue. Respon imun yang diketahui dalam patogenesis DBD adalah : a) respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses penghancuran virus, b) respon imun seluler, yang berperan terhadap penghancuran dari sel yang mengandung virus, c) Sel imunologis pertahanan awal, d) komplemen.
Pendapat lain menyatakan bahwa seseorang dapat terkena terkena demam berdarah apabila terinfeksi ulang oleh virus dengue dengan tipe yang berbeda.
Dari berbagai teori ini dapat disimpulkan bahwa penularan virus demam berdarah ini selain dipengaruhi oleh faktor nyamuk dan ada tidak nya penderita di lingkungan sekitar juga tidak kalah penting adalah daya tahan tubuh sendiri, apabila daya tahan tubuh kita baik maka virus yang masuk ke dalam tubuh dapat di hancurkan sehingga tidak terjadi penyebaran dan menyebabkan gejala kelainan pada tubuh.
Trombositopenia pada infkesi dengue terjadi melalui mekanisme : 1) penurunan fungsi pembentuk sel-sel darah di sumsum tulang, 2) penghancuran dan penurunan fungsi dari trombosit.
Kondisi yang paling berbahaya pada proses penyakit ini adalah perdarahan pada hampir seluruh tubuh. Hal ini disebabkan akibat virus yang menginfeksi endotel dan menyebabkan gangguan fungsi dari endotel, sehingga pembuluh darah tidak berfungsi dengan baik dan mengakibatkan kebocoran darah. Apabila kebocoran ini terjadi pada pembuluh darah kulit akan tampak bercak-bercak kemerahan pada kulit, apabila terjadi pada saluran pencernaan akan menyebabkan perdarahan yang terus menerus, kondisi ini dapat terjadi pada organ-organ lain seperti hidung, mata dan otak.
PERJALANAN PENYAKIT
Manifestasi dari penyakit ini dapat berupa gejala demam yang tidak khas, demam dengue, atau demam berdarah dengue, dan kondisi terberat adalah demam berdarah dengue dengan syok.
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4 – 6 hari (rentang 3 – 14 hari) timbul gejala awal seperti : nyeri kepala, nyeri tulang belakang dan perasaan lelah.
Demam dengue
Merupakan penyakit demam akut selama 2 – 7 hari. Ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut :
• Nyeri kepala
• Nyeri retro-orbital
• Mialgia / atralgia
• Ruam kulit
• Tanda-tanda perdarahan (petekie atau uji bendung positif)
• Penurunan jumlah sel darah putih

Demam Berdarah Dengue (DBD)
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakan bila semua hal di bawah ini :
• Demam atau riwayat demam akut, antara 2 – 7 hari
• Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
– Uji bendung positif
– Petekie (bintik-bintik kemerahan di lipat tangan atau kaki), ekimosis (kemerahan pada kulit dengan batas tidak tegas) atau purpura (kemerahan atau ungu pada kulit yang tidak hilang pada tekanan)

Purpura

Petekie
– Perdarahan mukosa (tersering epitaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan dari tempat lain
– BAB berdarah atau BAB hitam
• Trombositopenia ( trombosit 20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin.
– Penurunan Ht > 20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
– Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia
Sindroma Syok Dengue (SSD)
Seluruh kriteria diatas ditandai dengan DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun ( 20% yang biasanya terjadi pada hari ke 3.
• Faktor pembekuan darah (PT, aPTT) : akan meningkat apabila di curigai sudah terjadi fase perdarahan.
• Ureum/kreatinin : merupakan pemeriksaan fungsi ginjal, dapat terjadi peningkatan akibat perdarahan yang hebat tanpa terapi yang adekuat.
• Elektrolit : melihat kekurangan cairan dalam tubuh akibat demam yang berkepanjangan dan asupan cairan yang kurang.
• Golongan darah : apabila diperlukan tambahan darah akibat pendarahan yang cukup banyak.
• IgM : terdeteik setelah hari ke 3 – 5, meningkat sampai minggu ke-3 dan menghilang setelah hari ke 60-90.
• IgG : pada infeksi primer terdeteksi pada hari ke 14, sedangkan infeksi sekunder terdeteksi pada hari ke 2.

PENATALAKSANAAN
Seseorang yang dicurigai terkena demam berdarah dengue harus segera memeriksakan diri ke dokter. Selama proses sebelum pemeriksaan dapat dilakukan :
– Perbaikan cairan tubuh : minum dalam jumlah yang banyak terutama cairan pengganti elektrolit.
Kebutuhan cairan dianggap cukup pada orang dewasa apabila rasa haus telah hilang, air seni berwarna kuning jernih, jumlah air seni minimal 0,5 cc/kgBB/jam. Pada bayi kekurangan cairan ditandai dengan ubun-ubun cekung, air mata sedikit, mukosa bibir kering, air seni kurang dari 1 cc / kgBB / jam.
– Istirahat cukup.
– Makan-makanan lunak dan tidak mengandung lemak, agar tidak cepat mual.
– Kompres air hangat untuk mengurangi rasa demam.
– Periksa laboratorium sesuai petunjuk dari petugas kesehatan.

Angkak untuk Penderita DBD, Perlukah?

sumber : http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/10/12/20035310/angkak.untuk.penderita.dbd.perlukah
*KOMPAS.com* – Pada pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) biasanya
didapatkan penurunan kadar trombosit yang drastis setelah hari ke-3.

Secara teori trombosit akan terus turun hingga hari ke-7. Meski begitu,
bisa saja tidak harus seperti itu. Faktanya, banyak sekali ditemui, di
hari-2 sudah terjadi penurunan trombosit dan banyak di antara pasien
yang mengalami peningkatan trombosit mulai hari ke-6 atau ke-7. Tak
jarang trombosit pun baru naik setelah hari ke-9.

Banyak orang percaya dan bahwa angkak mampu mengatasi persoalan
menurunnya trombosit. Tapi perlukah?

Angkak pada dasarnya merupakan produk beras merah yang difermentasi
dengan menggunakan kapang /Monascus sp/. Bahan ini berasal dari negari
China dan kerap dikapai sebagai bahan makanan dan produk obat-obatan.Di
Taiwan, Jepang, Korea, dan Hongkong angkak kerap digunakan sebagai
pewarna makanan alami.

Cara kerja klinis angkak dalam menaikkan trombosit memang belum
diketahui secara pasti. Tak heran bila terjadi kontroversi di dunia
medis kedokteran tentang penggunaan angkak pada penderita DBD.

Padahal secara teori, persoalan utama bukan pada menaikkan trombosit.
Yang penting pasien tidak kekurangan cairan. Dengan demikian cairan
apapun bisa diberikan pada pasien DBD, entah itu air putih biasa,
minuman berelektrolit, jus, maupun sari kurma.

Kekurangan cairan merupakan persoalan utama yang dialami pasien DBD. Ini
terjadi akibat semua cairan yang dibutuhkan tubuh keluar sedikit demi
sedikit dari pembuluh darah atau yang disebut /leakage/. Kebocoran
dinding pembuluh darah ini wajar karena turunnya trombosit. Karena itu,
pasien perlu banyak cairan supaya darah tidak mengental.

Jadi, agak sulit mengatakan bahwa pemakaian angkak terbukti menaikkan
trombosit pada pasien DBD. Bagi pasien DBD yang penting adalah pemberian
cairan yang memadai sehingga selamat dari kematian.

*dr. Intan Airlina Febiliawanti*

Deteksi dini dan tanda bahaya penyakit dbd

sumber : Dr Widodo Judarwanto SpA

Si Udin yang berusia 5 tahun meninggal secara tragis karena penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue). Orangtuanya menolak bila dikatakan oleh dokter bahwa penderita terlambat dibawa ke rumah sakit.

Saat panas hari ke 1-2 anaknya berturut turut dibawa ke dokter dan hanya dikatakan menderita infeksi tengorokan. Selama rawat jalan saat hari ke 3 diagnosis berubah menjadi gejala tifus. Selanjutnya pada hari ke 5 dinyatakan meninggal karena penyakit DBD hanya berselang beberapa jam setelah masuk rumah sakit. Tampaknya kasus ini terjadi karena deteksi dini dan tanda bahaya DBD tidak dipahami dengan baik.

Bagaimana agar DBD khususnya pada anak dapat diketahui secara dini? Tanda bahaya apakah yang harus dicurigai agar tidak terjadi keterlambatan?

Masyarakat awam, bahkan seorang dokter yang ahli pun kadang sulit mendeteksi lebih awal diagnosis DBD. Gejala awal DBD tidak khas, hampir semua infeksi akut pada awal penyakitnya menyerupai DBD. Gejala khas seperti perdarahan pada kulit atau tanda perdarahan lainnya kadang terjadi hanya di akhir periode penyakit. Tragisnya bila penyakit ini terlambat didiagnosis, maka kondisi penderita sulit diselamatkan.

Perjalanan penyakitnya sangat cepat, dalam beberapa hari bahkan dalam hitungan jam penderita bisa masuk dalam keadaan kritis. Untuk menghindari keterlambatan diagnosis DBD, perlu diketahui deteksi dini dan tanda bahaya DBD.

Penyakit DBD setiap saat terus mengancam masyarakat Indonesia. Penyakit yang bisa menjadi sangat fatal ini dapat terjadi setiap saat tidak melihat musim, meskipun kasusnya meningkat dalam bulan-bulan tertentu.

Dalam beberapa hari bahkan dalam hitungan jam penderita bisa masuk dalam keadaan kritis. Kecemasan semakin meningkat, bila saat ini anaknya mengalami panas badan apa pun penyebabnya. Pikiran pertama yang muncul di kepala adalah apakah anak saya menderita demam DBD?

Mekanisme Terjadinya Penyakit

Virus dengue penyebab DBD termasuk famili Flaviviridae, yang berukuran kecil sekali, yaitu 35-45 nm. Virus tersebut memasuki tubuh manusia melalui gigitan nyamuk yang menembus kulit. Setelah itu disusul oleh periode tenang selama kurang lebih empat hari, saat virus melakukan replikasi secara cepat dalam tubuh manusia.

Apabila jumlah virus sudah cukup, virus akan memasuki sirkulasi darah (viraemia). Pada saat ini manusia yang terinfeksi akan mengalami gejala panas. Dengan adanya virus dengue dalam tubuh manusia, tubuh akan memberi reaksi. Bentuk reaksi tubuh terhadap virus ini antara manusia yang satu dan manusia yang lain dapat berbeda. Perbedaan reaksi ini akan memanifestasikan perbedaan penampilan gejala klinis dan perjalanan penyakit.

Pada prinsipnya, bentuk reaksi tubuh manusia terhadap keberadaan virus dengue melalui beberapa tahapan.

1. Bentuk reaksi pertama adalah terjadi netralisasi virus dan disusul dengan mengendapkan bentuk netralisasi virus pada pembuluh darah kecil di kulit berupa gejala ruam (rash).
2. Bentuk reaksi kedua terjadi gangguan fungsi pembekuan darah sebagai akibat dari penurunan jumlah dan kualitas komponen-komponen beku darah yang menimbulkan manifestasi perdarahan.
3. Bentuk reaksi ketiga terjadi kebocoran pada pembuluh darah yang mengakibatkan keluarnya komponen plasma (cairan) darah dari dalam pembuluh darah menuju ke rongga perut berupa gejala ascites dan rongga selaput paru berupa gejala efusi pleura.

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis infeksi dengue ditandai gejala-gejala klinik berupa demam, nyeri pada seluruh tubuh, ruam dan perdarahan. Demam yang terjadi pada infeksi virus dengue ini timbulnya mendadak, tinggi (dapat mencapai 39-40 derajat Celcius) dan dapat disertai menggigil. Demam ini hanya berlangsung sekitar lima hari. Pada saat demamnya berakhir, sering kali dalam bentuk turun mendadak (lysis), dan disertai dengan berkeringat banyak. Saat itu anak tampak agak loyo.

Kadang-kadang dikenal istilah demam biphasik, yaitu demam yang berlangsung selama beberapa hari itu sempat turun di tengahnya menjadi normal kemudian naik lagi dan baru turun lagi saat penderita sembuh (gambaran kurva panas sebagai punggung unta).

Gejala panas pada penderita infeksi virus dengue akan segera disusul dengan timbulnya keluhan nyeri pada seluruh tubuh. Pada umumnya yang dikeluhkan adalah nyeri otot, nyeri sendi, nyeri punggung, dan nyeri pada bola mata yang semakin meningkat apabila digerakkan. Karena adanya gejala nyeri ini, di kalangan masyarakat awam ada istilah flu tulang. Dengan sembuhnya penderita gejala-gejala nyeri pada seluruh tubuh ini juga akan hilang.

Ruam yang terjadi pada infeksi virus dengue ini dapat timbul pada saat awal panas yang berupa flushing, yaitu berupa kemerahan pada daerah muka, leher, dan dada. Ruam juga dapat timbul pada hari ke-4 sakit berupa bercak-bercak merah kecil seperti bercak pada penyakit campak. Kadang-kadang ruam tersebut hanya timbul pada daerah tangan atau kaki saja sehingga memberi bentuk spesifik seperti kaos tangan dan kaki. Yang terakhir ini biasanya timbul setelah panas turun atau setelah hari ke-5.

Pada infeksi virus dengue apalagi pada bentuk klinis DBD selalu disertai dengan tanda perdarahan. Hanya saja tanda perdarahan ini tidak selalu didapat secara spontan oleh penderita, bahkan pada sebagian besar penderita tanda perdarahan ini muncul setelah dilakukan tes tourniquet.

Bentuk-bentuk perdarahan spontan yang dapat terjadi pada penderita demam dengue dapat berupa perdarahan kecil-kecil di kulit (petechiae), perdarahan agak besar di kulit (echimosis), perdarahan gusi, perdarahan hidung dan kadang-kadang dapat terjadi perdarahan yang masif yang dapat berakhir pada kematian.

Demam Berdarah Dengue versus Demam Dengue

Penyakit DBD adalah salah satu bentuk klinis dari penyakit akibat infeksi dengan virus dengue pada manusia. Manifestasi klinis dari infeksi virus dengue dapat berupa “Demam Dengue(DD)” atau “Demam Berdarah Dengue (DBD)”.

DD tidak membahayakan atau tidak mengancam jiwa seperti DBD. Biasanya kasus seperti ini sering diistilahkan masyarakat awam sebagai gejala demam berdarah. DD tidak akan berubah menjadi DBD. Jadi, pendapat yang mengatakan bahwa bila penanganan tidak baik dan terlambat akan DD akan menjadi DBD tidak benar.

Masyarakat awam sulit membedakan DD dan DBD, karena hanya diketahui dokter berdasarkan pemeriksaan darah dan keadaan klinis penderita. Secara klinis yang membedakan adalah pada DBD terjadi reaksi keluarnya plasma (cairan) darah dari dalam pembuluh darah keluar dan masuk ke dalam rongga perut dan rongga selaput paru.

Fenomena ini apabila tidak segera ditanggulangi dapat mempengaruhi manifestasi gejala perdarahan menjadi sangat masif. Dalam praktik kedokteran sering kali membuat seorang dokter terpaksa memberikan transfusi darah dalam jumlah cukup banyak.

Gejala klinis DBD dan DD hampir sama, yaitu panas tinggi, perdarahan, trombosit menurun dan pemeriksaan serologi IgG atau IgM positif. Pada DBD trombosit yang menurun sangat drastis hingga kurang dari 90.000, perdarahan yang terjadi lebih berat dan dapat disertai sesak napas karena adanya cairan di rongga paru (efusi pleura)

Deteksi Dini Penyakit DBD

Deteksi dini DBD perlu diketahui karena bila terjadi keterlambatan penyakit ini sangat fatal. Gejala awal penyakit ini hampir sama dengan penyakit infeksi virus lainnya. Tetapi ada beberapa karakteristik klinis yang bisa diamati untuk mencurigai penyakit DBD.

Beberapa gejala yang diwaspadai adalah bila panas yang timbulnya mendadak, langsung tinggi di atas 39 derajat C. Begitu mendadaknya, sering kali dalam praktik sehari-hari kita mendengar cerita ibu bahwa pada saat melepas putranya berangkat sekolah dalam keadaan sehat walafiat, tetapi pada saat pulang putranya sudah mengeluh panas dan ternyata panasnya langsung tinggi.

Pada saat anak mulai panas ini biasanya sudah tidak mau bermain. Biasanya hari ke tiga panas sedikit menurun namun hari ke IV dan ke V meningkat lagi akhirnya hari ke VI panas tidak meningkat lagi. Selain itu bila panas tidak disertai batuk, pilek dan sakit tenggorokan dan di lingkungan rumah tidak ada yang menderita penyakit flu kita harus mewaspadai.

Harus waspada juga bila dalam beberapa waktu terakhir di sekitar rumah ada yang mengalami penyakit DBD. Atau, dalam waktu dekat sebelumnya pernah ada fogging (pengasapan), karena kalau ada fogging biasanya ada penderita DBD di sekitarnya.

Gejala khas yang terjadi biasanya anak tampak lemas, loyo, tidak mau bermain di bawah, minta gendong dan tidur terus menerus sepanjang hari. Bila lemasnya hanya saat panas tinggi, tetapi begitu panas turun anak aktif lagi biasanya tidak harus dikawatirkan dan merupakan hal yang wajar.

Tanda Bahaya

Tanda bahaya yang harus diketahui pada penyakit DBD adalah tanda perdarahan kulit (bintik merah), hidung, gusi atau berak darah warna kehitaman dan berbau. Tanda bahaya lainnya adalah bila panas yang berangsur dingin, tetapi anak tampak loyo dan pada perabaan dirasakan ujung-ujung tangan atau kaki dingin. Gejala yang dingin ini sering dianggap anak telah sembuh, padahal merupakan tanda bahaya. Kondisi tersebut mengakibatkan orangtua tidak segera membawa putra mereka ke fasilitas kesehatan terdekat.

Tanda bahaya lain yang menyertai adalah penampilan anak tampak sangat gelisah, kesadarannya menurun, kejang dan napas sesak. Pada keadaan tersebut penderita harus segera dibawa ke dokter, bila terlambat akan menimbulkan komplikasi yang berbahaya seperti syok, perdarahan kepala, perdarahan hebat di seluruh tubuh (DIC) atau gangguan fungsi otot jantung. Dalam keadaan ini penderita biasanya sulit untuk diselamatkan.

Seringkali orang tua disalahkan oleh dokter karena keterlambatan membawa ke dokter. Orangtua sering menolak pendapat ini karena sejak hari pertama dan ke dua panas anak selalu kontrol ke dokter. Tetapi panas hari ke I – II tidak bisa terdeteksi gejala demam berdarah dan tidak ada penanganan secara khusus.

Manifestasi berbahaya biasanya justru timbul pada panas hari ke III – V. Keterlambatan penanganan yang terjadi justru saat periode tersebut. Bila terjadi maka jangan ditunda saat itu juga harus segera ke dokter atau ke rumah sakit terdekat. Jadi monitor tanda bahaya itu justru harus dilakukan saat panas hari ke III – V.

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis DBD adalah pemeriksaan darah atau sering diistilahkan pemeriksaan darah lengkap. Gambaran hasil laboratorium yang khas adalah terjadi peningkatan kadar hemoglobin (Hb) dan peningkatan hematokrit (HCT) disertai penurunan trombosit kurang dari 150.000 Perubahan tersebut biasanya terjadi pada hari ke-3 hingga ke-5 panas.

Pemeriksaan darah pada hari pertama atau kedua panas tidak bermanfaat dan malah menyesatkan karena hasilnya masih dalam normal, tetapi belum menyingkirkan penyakit DBD. Dalam perjalanannya trombosit akan terus menurun pada hari ke-3, ke-4, dan hari ke-5, sementara pada hari ke-6 dan selanjutnya akan meningkat terus kembali ke nilai normal.

Peningkatan jumlah trombosit setelah hari ke-6 inilah mungkin yang sering dianggap karena pengaruh pemberian jambu biji. Biasanya setelah hari ke-6 jumlah trombosit di atas 50.000, bila tidak disertai komplikasi penderita diperbolehkan pulang.

Pemeriksaan laboratorium yang sering dilakukan adalah pemeriksaan serologi imunoglobulin G (IgG) dan imunoglobulin M (IgM). Pemeriksaan ini selain tidak spesifik tetapi juga harganya relatif mahal. Pada keadaan manifestasi klinis dan hasil laboratorium sudah jelas pemeriksaan ini sebenarnya tidak perlu dilakukan. Pada kasus yang tidak jelas mungkin pemeriksaan ini sering membantu menunjang menegakkan diagnosis DBD.

Hal lain yang sering dijumpai penderita DBD didiagnosis sebagai sebagai penyakit tifus. Pada penderita DBD sering ditemukan juga peningkatan hasil Widal. Pemeriksaan Widal adalah identifikasi antibodi tubuh terhadap penyakit demam tiphoid (tifus). Kejadian seperti inilah yang menimbulkan kerancuan diagnosis DBD.

Padahal pada penyakit demam tiphoid pada minggu awal panas biasanya malah tidak terdeteksi peningkatan titer Widal tersebut. Bila hasil pemeriksaan widal meningkat tinggi pada awal minggu pertama, tidak harus dicurigai sebagai penyakit tifus. Sebaiknya, pemeriksaan Widal dilakukan menjelang akhir minggu pertama panas atau awal minggu ke dua panas.

Prinsip Pengobatan DBD

Secara medis sebenarnya tidak ada pengobatan secara khusus pada penderita DBD. Penyakit ini adalah self limiting disease atau penyakit yang dapat sembuh sendiri. Prinsip pengobatan secara umum adalah pemberian cairan berupa elektrolit (khususnya natrium) dan glukosa.

Pemberian minum yang mengandung elektrolit dan glukosa, seperti air buah atau minuman lain yang manis, dapat membantu mengatasi kekurangan cairan pada penderita DBD. Sampai pada saat ini belum ada penelitian secara klinis yang membuktikan bahwa pemberian jambu biji kepada penderita DBD dapat meningkatkan jumlah trombosit dalam darah.

Deteksi dini dan tanda bahaya penyakit DBD

sumber : Dr Widodo Judarwanto SpA

Si Udin yang berusia 5 tahun meninggal secara tragis karena penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue). Orangtuanya menolak bila dikatakan oleh dokter bahwa penderita terlambat dibawa ke rumah sakit.

Saat panas hari ke 1-2 anaknya berturut turut dibawa ke dokter dan hanya dikatakan menderita infeksi tengorokan. Selama rawat jalan saat hari ke 3 diagnosis berubah menjadi gejala tifus. Selanjutnya pada hari ke 5 dinyatakan meninggal karena penyakit DBD hanya berselang beberapa jam setelah masuk rumah sakit. Tampaknya kasus ini terjadi karena deteksi dini dan tanda bahaya DBD tidak dipahami dengan baik.

Bagaimana agar DBD khususnya pada anak dapat diketahui secara dini? Tanda bahaya apakah yang harus dicurigai agar tidak terjadi keterlambatan?

Masyarakat awam, bahkan seorang dokter yang ahli pun kadang sulit mendeteksi lebih awal diagnosis DBD. Gejala awal DBD tidak khas, hampir semua infeksi akut pada awal penyakitnya menyerupai DBD. Gejala khas seperti perdarahan pada kulit atau tanda perdarahan lainnya kadang terjadi hanya di akhir periode penyakit. Tragisnya bila penyakit ini terlambat didiagnosis, maka kondisi penderita sulit diselamatkan.

Perjalanan penyakitnya sangat cepat, dalam beberapa hari bahkan dalam hitungan jam penderita bisa masuk dalam keadaan kritis. Untuk menghindari keterlambatan diagnosis DBD, perlu diketahui deteksi dini dan tanda bahaya DBD.

Penyakit DBD setiap saat terus mengancam masyarakat Indonesia. Penyakit yang bisa menjadi sangat fatal ini dapat terjadi setiap saat tidak melihat musim, meskipun kasusnya meningkat dalam bulan-bulan tertentu.

Dalam beberapa hari bahkan dalam hitungan jam penderita bisa masuk dalam keadaan kritis. Kecemasan semakin meningkat, bila saat ini anaknya mengalami panas badan apa pun penyebabnya. Pikiran pertama yang muncul di kepala adalah apakah anak saya menderita demam DBD?

Mekanisme Terjadinya Penyakit

Virus dengue penyebab DBD termasuk famili Flaviviridae, yang berukuran kecil sekali, yaitu 35-45 nm. Virus tersebut memasuki tubuh manusia melalui gigitan nyamuk yang menembus kulit. Setelah itu disusul oleh periode tenang selama kurang lebih empat hari, saat virus melakukan replikasi secara cepat dalam tubuh manusia.

Apabila jumlah virus sudah cukup, virus akan memasuki sirkulasi darah (viraemia). Pada saat ini manusia yang terinfeksi akan mengalami gejala panas. Dengan adanya virus dengue dalam tubuh manusia, tubuh akan memberi reaksi. Bentuk reaksi tubuh terhadap virus ini antara manusia yang satu dan manusia yang lain dapat berbeda. Perbedaan reaksi ini akan memanifestasikan perbedaan penampilan gejala klinis dan perjalanan penyakit.

Pada prinsipnya, bentuk reaksi tubuh manusia terhadap keberadaan virus dengue melalui beberapa tahapan.

1. Bentuk reaksi pertama adalah terjadi netralisasi virus dan disusul dengan mengendapkan bentuk netralisasi virus pada pembuluh darah kecil di kulit berupa gejala ruam (rash).
2. Bentuk reaksi kedua terjadi gangguan fungsi pembekuan darah sebagai akibat dari penurunan jumlah dan kualitas komponen-komponen beku darah yang menimbulkan manifestasi perdarahan.
3. Bentuk reaksi ketiga terjadi kebocoran pada pembuluh darah yang mengakibatkan keluarnya komponen plasma (cairan) darah dari dalam pembuluh darah menuju ke rongga perut berupa gejala ascites dan rongga selaput paru berupa gejala efusi pleura.

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis infeksi dengue ditandai gejala-gejala klinik berupa demam, nyeri pada seluruh tubuh, ruam dan perdarahan. Demam yang terjadi pada infeksi virus dengue ini timbulnya mendadak, tinggi (dapat mencapai 39-40 derajat Celcius) dan dapat disertai menggigil. Demam ini hanya berlangsung sekitar lima hari. Pada saat demamnya berakhir, sering kali dalam bentuk turun mendadak (lysis), dan disertai dengan berkeringat banyak. Saat itu anak tampak agak loyo.

Kadang-kadang dikenal istilah demam biphasik, yaitu demam yang berlangsung selama beberapa hari itu sempat turun di tengahnya menjadi normal kemudian naik lagi dan baru turun lagi saat penderita sembuh (gambaran kurva panas sebagai punggung unta).

Gejala panas pada penderita infeksi virus dengue akan segera disusul dengan timbulnya keluhan nyeri pada seluruh tubuh. Pada umumnya yang dikeluhkan adalah nyeri otot, nyeri sendi, nyeri punggung, dan nyeri pada bola mata yang semakin meningkat apabila digerakkan. Karena adanya gejala nyeri ini, di kalangan masyarakat awam ada istilah flu tulang. Dengan sembuhnya penderita gejala-gejala nyeri pada seluruh tubuh ini juga akan hilang.

Ruam yang terjadi pada infeksi virus dengue ini dapat timbul pada saat awal panas yang berupa flushing, yaitu berupa kemerahan pada daerah muka, leher, dan dada. Ruam juga dapat timbul pada hari ke-4 sakit berupa bercak-bercak merah kecil seperti bercak pada penyakit campak. Kadang-kadang ruam tersebut hanya timbul pada daerah tangan atau kaki saja sehingga memberi bentuk spesifik seperti kaos tangan dan kaki. Yang terakhir ini biasanya timbul setelah panas turun atau setelah hari ke-5.

Pada infeksi virus dengue apalagi pada bentuk klinis DBD selalu disertai dengan tanda perdarahan. Hanya saja tanda perdarahan ini tidak selalu didapat secara spontan oleh penderita, bahkan pada sebagian besar penderita tanda perdarahan ini muncul setelah dilakukan tes tourniquet.

Bentuk-bentuk perdarahan spontan yang dapat terjadi pada penderita demam dengue dapat berupa perdarahan kecil-kecil di kulit (petechiae), perdarahan agak besar di kulit (echimosis), perdarahan gusi, perdarahan hidung dan kadang-kadang dapat terjadi perdarahan yang masif yang dapat berakhir pada kematian.

Demam Berdarah Dengue versus Demam Dengue

Penyakit DBD adalah salah satu bentuk klinis dari penyakit akibat infeksi dengan virus dengue pada manusia. Manifestasi klinis dari infeksi virus dengue dapat berupa “Demam Dengue(DD)” atau “Demam Berdarah Dengue (DBD)”.

DD tidak membahayakan atau tidak mengancam jiwa seperti DBD. Biasanya kasus seperti ini sering diistilahkan masyarakat awam sebagai gejala demam berdarah. DD tidak akan berubah menjadi DBD. Jadi, pendapat yang mengatakan bahwa bila penanganan tidak baik dan terlambat akan DD akan menjadi DBD tidak benar.

Masyarakat awam sulit membedakan DD dan DBD, karena hanya diketahui dokter berdasarkan pemeriksaan darah dan keadaan klinis penderita. Secara klinis yang membedakan adalah pada DBD terjadi reaksi keluarnya plasma (cairan) darah dari dalam pembuluh darah keluar dan masuk ke dalam rongga perut dan rongga selaput paru.

Fenomena ini apabila tidak segera ditanggulangi dapat mempengaruhi manifestasi gejala perdarahan menjadi sangat masif. Dalam praktik kedokteran sering kali membuat seorang dokter terpaksa memberikan transfusi darah dalam jumlah cukup banyak.

Gejala klinis DBD dan DD hampir sama, yaitu panas tinggi, perdarahan, trombosit menurun dan pemeriksaan serologi IgG atau IgM positif. Pada DBD trombosit yang menurun sangat drastis hingga kurang dari 90.000, perdarahan yang terjadi lebih berat dan dapat disertai sesak napas karena adanya cairan di rongga paru (efusi pleura)

Deteksi Dini Penyakit DBD

Deteksi dini DBD perlu diketahui karena bila terjadi keterlambatan penyakit ini sangat fatal. Gejala awal penyakit ini hampir sama dengan penyakit infeksi virus lainnya. Tetapi ada beberapa karakteristik klinis yang bisa diamati untuk mencurigai penyakit DBD.

Beberapa gejala yang diwaspadai adalah bila panas yang timbulnya mendadak, langsung tinggi di atas 39 derajat C. Begitu mendadaknya, sering kali dalam praktik sehari-hari kita mendengar cerita ibu bahwa pada saat melepas putranya berangkat sekolah dalam keadaan sehat walafiat, tetapi pada saat pulang putranya sudah mengeluh panas dan ternyata panasnya langsung tinggi.

Pada saat anak mulai panas ini biasanya sudah tidak mau bermain. Biasanya hari ke tiga panas sedikit menurun namun hari ke IV dan ke V meningkat lagi akhirnya hari ke VI panas tidak meningkat lagi. Selain itu bila panas tidak disertai batuk, pilek dan sakit tenggorokan dan di lingkungan rumah tidak ada yang menderita penyakit flu kita harus mewaspadai.

Harus waspada juga bila dalam beberapa waktu terakhir di sekitar rumah ada yang mengalami penyakit DBD. Atau, dalam waktu dekat sebelumnya pernah ada fogging (pengasapan), karena kalau ada fogging biasanya ada penderita DBD di sekitarnya.

Gejala khas yang terjadi biasanya anak tampak lemas, loyo, tidak mau bermain di bawah, minta gendong dan tidur terus menerus sepanjang hari. Bila lemasnya hanya saat panas tinggi, tetapi begitu panas turun anak aktif lagi biasanya tidak harus dikawatirkan dan merupakan hal yang wajar.

Tanda Bahaya

Tanda bahaya yang harus diketahui pada penyakit DBD adalah tanda perdarahan kulit (bintik merah), hidung, gusi atau berak darah warna kehitaman dan berbau. Tanda bahaya lainnya adalah bila panas yang berangsur dingin, tetapi anak tampak loyo dan pada perabaan dirasakan ujung-ujung tangan atau kaki dingin. Gejala yang dingin ini sering dianggap anak telah sembuh, padahal merupakan tanda bahaya. Kondisi tersebut mengakibatkan orangtua tidak segera membawa putra mereka ke fasilitas kesehatan terdekat.

Tanda bahaya lain yang menyertai adalah penampilan anak tampak sangat gelisah, kesadarannya menurun, kejang dan napas sesak. Pada keadaan tersebut penderita harus segera dibawa ke dokter, bila terlambat akan menimbulkan komplikasi yang berbahaya seperti syok, perdarahan kepala, perdarahan hebat di seluruh tubuh (DIC) atau gangguan fungsi otot jantung. Dalam keadaan ini penderita biasanya sulit untuk diselamatkan.

Seringkali orang tua disalahkan oleh dokter karena keterlambatan membawa ke dokter. Orangtua sering menolak pendapat ini karena sejak hari pertama dan ke dua panas anak selalu kontrol ke dokter. Tetapi panas hari ke I – II tidak bisa terdeteksi gejala demam berdarah dan tidak ada penanganan secara khusus.

Manifestasi berbahaya biasanya justru timbul pada panas hari ke III – V. Keterlambatan penanganan yang terjadi justru saat periode tersebut. Bila terjadi maka jangan ditunda saat itu juga harus segera ke dokter atau ke rumah sakit terdekat. Jadi monitor tanda bahaya itu justru harus dilakukan saat panas hari ke III – V.

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis DBD adalah pemeriksaan darah atau sering diistilahkan pemeriksaan darah lengkap. Gambaran hasil laboratorium yang khas adalah terjadi peningkatan kadar hemoglobin (Hb) dan peningkatan hematokrit (HCT) disertai penurunan trombosit kurang dari 150.000 Perubahan tersebut biasanya terjadi pada hari ke-3 hingga ke-5 panas.

Pemeriksaan darah pada hari pertama atau kedua panas tidak bermanfaat dan malah menyesatkan karena hasilnya masih dalam normal, tetapi belum menyingkirkan penyakit DBD. Dalam perjalanannya trombosit akan terus menurun pada hari ke-3, ke-4, dan hari ke-5, sementara pada hari ke-6 dan selanjutnya akan meningkat terus kembali ke nilai normal.

Peningkatan jumlah trombosit setelah hari ke-6 inilah mungkin yang sering dianggap karena pengaruh pemberian jambu biji. Biasanya setelah hari ke-6 jumlah trombosit di atas 50.000, bila tidak disertai komplikasi penderita diperbolehkan pulang.

Pemeriksaan laboratorium yang sering dilakukan adalah pemeriksaan serologi imunoglobulin G (IgG) dan imunoglobulin M (IgM). Pemeriksaan ini selain tidak spesifik tetapi juga harganya relatif mahal. Pada keadaan manifestasi klinis dan hasil laboratorium sudah jelas pemeriksaan ini sebenarnya tidak perlu dilakukan. Pada kasus yang tidak jelas mungkin pemeriksaan ini sering membantu menunjang menegakkan diagnosis DBD.

Hal lain yang sering dijumpai penderita DBD didiagnosis sebagai sebagai penyakit tifus. Pada penderita DBD sering ditemukan juga peningkatan hasil Widal. Pemeriksaan Widal adalah identifikasi antibodi tubuh terhadap penyakit demam tiphoid (tifus). Kejadian seperti inilah yang menimbulkan kerancuan diagnosis DBD.

Padahal pada penyakit demam tiphoid pada minggu awal panas biasanya malah tidak terdeteksi peningkatan titer Widal tersebut. Bila hasil pemeriksaan widal meningkat tinggi pada awal minggu pertama, tidak harus dicurigai sebagai penyakit tifus. Sebaiknya, pemeriksaan Widal dilakukan menjelang akhir minggu pertama panas atau awal minggu ke dua panas.

Prinsip Pengobatan DBD

Secara medis sebenarnya tidak ada pengobatan secara khusus pada penderita DBD. Penyakit ini adalah self limiting disease atau penyakit yang dapat sembuh sendiri. Prinsip pengobatan secara umum adalah pemberian cairan berupa elektrolit (khususnya natrium) dan glukosa.

Pemberian minum yang mengandung elektrolit dan glukosa, seperti air buah atau minuman lain yang manis, dapat membantu mengatasi kekurangan cairan pada penderita DBD. Sampai pada saat ini belum ada penelitian secara klinis yang membuktikan bahwa pemberian jambu biji kepada penderita DBD dapat meningkatkan jumlah trombosit dalam darah.

Varian Dengue Mengganas

Awas, Varian Dengue Mengganas!
Lima Hari, Korban Langsung Tak Berdaya
Sabtu, 19 April 2008 | 09:45 WIB
KARAWANG, SABTU – Warga Desa Walahar, Kecamatan Klari, Karawang, diimbau lebih waspada. Sebab, kematian empat bocah Kampung Walahar II, Desa Walahar, Klari, dalam sebulan terakhir diduga disebabkan serangan varian virus dengue yang lebih ganas.

Dugaan tersebut dilontarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang, Asep Lukman Hidayat. “Dari informasi keluarga korban, kami menduga itu bukan sekedar DBD, tapi varian virus yang lebih ganas, yaitu dengue shock syndrome [DSS],” ujar Asep kepada Warta Kota, Jumat (18/4)

Varian virus dengue tersebut, lanjut Asep, membuat penderita mengalami gejala panas tinggi disertai muntah darah dan berak darah dalam tempo yang relatif singkat. Dihitung dari awal gejala menyerang, virus tersebut hanya butuh waktu sekitar lima hari untuk membuat korbannya tak berdaya.

“Hanya butuh lima hari, penderita bisa langsung pingsan dan tinjanya berwarna hitam karena ada pendarahan di organ dalam. Jika tak segera ditangani, bisa menyebabkan kematian,” ujarnya.

Serangan virus DSS tersebut, lanjut Asep, masuk kategori berbahaya dan lebih mematikan dibanding DBD biasa. Sama halnya dengan DBD, virus jenis ini juga ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti.

Nyamuk ini diketahui mampu terbang dalam radius 200 meter. Jenis nyamuk ini hanya bisa berkembang di daerah yang ketinggiannya di bawah 1.000 meter dari permukaan air laut. Nyamuk ini justru berkembang di lingkungan yang bersih, bukan di lingkungan kumuh.

Meski wilayah Kecamatan Klari merupakan daerah endemis, namun Asep menyatakan, peristiwa di Kampung Walahar tersebut merupakan kejadian sporadis. Selama tiga tahun sebelumnya belum pernah teridentifikasi adanya kejadian serupa itu di kampung tersebut. Beberapa daerah endemis DBD di wilayah Karawang selain Klari diantaranya adalah Kecamatan Telukjambe, Karawang Kota, dan Cikampek.

Menurut Asep, tren penderita DBD di Kabupaten Karawang dari awal 2008 hingga pertengahan April cenderung turun. “Dari awal Januari 2008 hingga pertengahan April sudah 206 pasien yang suspect DBD. Sementara untuk periode yang sama tahun 2007 mencapai 560 kasus,” ungkapnya.

“Maka, warga kami imbau untuk terus menghidupkan gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3 M, yaitu menguras-menutup- dan mengubur plus abitasi dengan pemberian bubuk abate guna memutus daur hidup nyamuk,” imbuh Asep.

Daerah Endemis DBD di Karawang
1. Kecamatan Klari
2. Kecamatan Telukjambe
3. Kecamatan Karawang Kota
4. Kecamatan Cikampek

Sumber : Kompas