Jika Anak Terlalu Mengidolakan Tokoh Fantasi


sumber : tabloidnakita.com

Apa jadinya kalau si kecil sangat mengidolakan tokoh fantasi?
Aku adalah putri yang baik hati, aku akan menolong orang yang kesusahan,” ucap Arin. Dia memakai gaun Princess warna pink. Gaya berjalan yang biasanya sembrono, diatur agar terlihat lemah gemulai. Dia ingin mencontoh perilaku Princess yang cantik dan baik hati seperti dalam dongeng.
Kebanyakan anak usia prasekolah memang memiliki idola dari tokoh fantasi yang pernah dilihatnya. Dari situ, anak pun punya keinginan untuk menirukan segala yang terkait dengan idolanya, dari pakaian, perilaku, juga kebiasaan-kebiasaan sang idola. Istilahnya identifikasi dan hal ini sangatlah wajar.
Di usia prasekolah, anak berada dalam fase peniruan yang lebih dalam ketimbang usia sebelumnya. Pengidolaan inilah contohnya. Bila dia melihat Princess berjalan dengan lemah gemulai, dia akan meniru bukan saja cara berjalannya tapi juga membayangkan bahwa dirinya adalah seorang putri. Proses peniruan jadi semakin kuat karena di usia ini pula daya imajinasi anak sedang melesat tinggi. Dia, misalnya, sangat mudah mengimajinasikan dirinya menjadi Spiderman yang tangannya mampu mengeluarkan jaring laba-laba dan sebagainya.
Faktor lain, anak juga berada dalam fase belajar membangun self esteem yang berkaitan dengan harga diri. Anak usia ini ingin diakui keberadaannya, diakui kemampuannya,
ditanggapi keinginannya, dan sebagainya. Nah, dengan mengidentifikasikan dirinya menjadi tokoh idola, ia merasa lebih mudah mencapai tujuan itu.
TOKOH RIIL
Tentu saja, pengidolaan tak hanya dilakukan anak terhadap tokoh-tokoh fantasi yang ada di film dan dongeng, melainkan juga tokoh-tokoh riil. Umumnya adalah orang-orang terdekat seperti ibu, bapak, kakak, guru, teman, dan sebagainya. Yang diidentifikasi dari tokoh-tokoh riil ini, biasanya hal-hal yang menyangkut keseharian si tokoh. Contoh, anak perempuan menirukan ibunya memakai sepatu hak tinggi, tas cangklong, serta lipstik dan bedak. Saat berjalan, dia minta dipanggil ibu. Demikian pula saat mengidentifikasi sang guru, dia akan bergaya layaknya seorang guru, berdiri di depan adiknya lalu berlagak sedang mengajar.
Banyak manfaat yang dapat diperoleh anak dengan melakukan identifikasi, baik pada tokoh fantasi maupun tokoh riil. Bedanya, penyelaman anak terhadap tokoh riil umumnya tidak dibarengi imajinasi-imajinasi seperti yang melekat pada tokoh fantasi.
RAGAM MANFAAT
1. Mengolah Perilaku
Saat menirukan tokohnya, tentu anak berusaha untuk menyamakan perilakunya dengan si tokoh. Princess yang lemah gemulai, Spiderman yang suka melompat, Superman yang bisa terbang, dan sebagainya. Nah, ketika melakukannya, anak belajar untuk mengolah perilakunya. Hal ini sangat baik untuk menstimulasi beragam kemampuannya, dari imajinasinya, kemampuan motoriknya, juga sikapnya.
2. Meningkatkan Kreativitas
Meniru membuat anak lebih kreatif. Pasalnya, dia harus berpikir dan membayangkan tentang perilaku dan kebiasaan tokoh idolanya. “Kalau sedang berjalan, Princess menggerak-gerakkan tangannya dengan lembut, rambutnya juga terurai,” misal. Maka, anak pun dituntut kreatif dalam menirukannya. Bila kreativitas ini sering diasah, kelak anak akan terbiasa untuk lebih kreatif.
3. Memompa Semangat
Saat anak mengidolakan Princess, kita bisa memompa semangatnya untuk melakukan hal positif. “Princess itu baik hati lo, kamu juga harus menjadi anak baik,” umpamanya. Umumnya hal ini lebih mudah dilakukan karena anak punya tokoh idola yang memang ingin diidentifikasinya. Banyak semangat lain yang bisa dipompa lewat tokoh idola anak, seperti rajin belajar, tidak cengeng, tidak bohong, disiplin, dan sebagainya.
4. Pengetahuan Positif
Tokoh idola biasanya punya citra positif. Princess yang tidak sombong, Spiderman yang suka membasmi kejahatan, Conan Edogawa yang cerdas, dan sebagainya. Nah, dari setiap cerita tokoh idola inilah kita bisa menyisipkan sebuah pengetahuan positif pada anak, “Princess yang tidak sombong itu banyak disukai orang lo Dek.” Wah, ternyata orang suka dengan anak yang tidak sombong. “Conan Edogawa itu detektif yang cerdas karena dia sering membaca buku.” Wah, supaya bisa cerdas ternyata harus banyak membaca buku.”
BIMBING DAN ARAHKAN
Tentu, setiap hal pasti ada sisi negatifnya. Bila didiamkan sisi negatif ini, dikhawatirkan akan mengganggu pertumbuhan kepribadian anak, disebut split personality. Untuk itu kita harus segera antisipasi dengan melakukan hal-hal berikut:
* Arahkan Saat Menyaksikan Teve
Ambil contoh Spiderman saat bertarung dengan musuhnya. Dia akan menggunakan kekuatannya seperti pukulan, tendangan, dan jaringnya, untuk menaklukkan musuh. Bisa saja anak meniru adegan yang ditontonnya itu; dia memukul dan menendang adik atau temannya. Bahkan, anak melakukan tindakan yang sangat berbahaya, dia menggunakan tali untuk menjerat lawan mainnya yang dalam imajinasinya dia seakan menggunakan jerat laba-laba sang Spiderman. Atau, ketika meniru adegan terbang Superman, dia menirunya dengan melompat dari ketinggian padahal dia tak bisa terbang. Walhasil, anak pun terjerembab dan tubuhnya terluka.
Lebih berbahaya lagi bila yang diidolakan adalah tokoh yang memang menunjukkan adegan kekerasan secara vulgar seperti serial pertandingan gulat bebas Smackdown yang sempat heboh beberapa waktu lalu. Karena proses identifikasi ini pulalah banyak anak yang menjadi korban. Pasalnya, di usia ini anak belum bisa membedakan mana yang nyata dan mana yang bukan. Dia tidak memahami kalau pertarungan Smackdown hanya diperuntukkan buat atlet yang terlatih, banyak gerakan yang dimanipulasi, harus dilakukan dengan teknik-teknik tertentu, dan sebagainya. Bila kemudian anak mencontohnya tentu sangat berbahaya.
Untuk mengantisipasinya, kita harus melakukan bimbingan dan arahan kepada anak secara terus-menerus. Kita dampingi anak saat menyaksikan tayangan kesukaannya, kemudian terangkan berbagai hal mengenai tayangan tersebut, dari hal yang perlu dan tak perlu dicontoh, sisi positif dari cerita yang ditayangkan, hingga aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Bila perlu, atur jadwal menyaksikan teve. Contoh, hanya boleh saat liburan dan kita sedang berada di rumah sehingga apa yang disimak anak terpantau dengan baik. Minta kerja sama pengasuh untuk melakukan hal ini sehingga hasil yang kita inginkan dapat tercapai dengan baik.
* Hindari Terlalu Mengidolakan
Mengidentifikasi dalam batas-batas tertentu silakan saja. Umpama, anak hanya sesaat saja dalam memerankan Princess, setelah usai dia akan kembali menjadi dirinya lagi. Tetapi bila proses pengidentifikasian ini sudah keluar dari batas normal, kita perlu waspada. Contoh, karena terlalu cinta dengan Princess, maka sepanjang hari dia berperan terus sebagai Princess, dan kemudian dia ingin mengubah dirinya menjadi Princess. Atau bisa saja anak yang mengidolakan Spiderman ingin bisa berjalan di atas dinding, bahkan langit-langit. Ini kan sesuatu yang tidak mungkin.
Bila terjadi demikian, sebaiknya kita segera memberi arahan. Terangkan ke anak bahwa dirinya adalah manusia biasa yang tidak bisa melakukan apa yang dilakukan oleh idolanya, “Spiderman itu hanya ada di film. Jadi, yang dilakukannya itu tidak bisa dilakukan manusia biasa seperti kita. Kalau kamu ikutan berjalan di dinding nanti jatuh.” Sangat baik bila kemudian kita memberi penjelasan lebih rinci supaya anak lebih memahami dampak buruknya sehingga dia tak mengidentifikasi hal yang dapat membahayakannya.
Pengabaian terhadap tindakan anak yang berlebihan pun boleh saja kita lakukan. Misal, anak terlalu mengidolakan jagoan Smackdown, kemudian dia bergaya sambil menunjukkan otot-ototnya. Nah, kita bisa tidak mengacuhkan, tidak dilihat, tidak dikasih komentar, atau apa pun. Dengan begitu lama kelamaan anak akan meninggalkan perilakunya karena tak mendapat respons.
Selanjutnya, kita bantu anak membentukan self esteem. Bisa dengan mengenali kelebihan-kelebihan anak, menghargai kemampuan anak apa adanya, tdak menunjukkan kekaguman berlebihan terhadap tokoh idola anak. Juga, kita tidak selalu mengabulkan permintaan anak untuk memiliki benda-benda yang mengidentikkan dirinya dengan tokoh idolanya.
* Jangan Memuji Berlebihan
Banyak di antara kita yang begitu surprise ketika melihat anak mampu mengidentifikasikan tokoh idolanya. Tak jarang keluar kata-kata pujian dari mulut kita. Pujian memang diperlukan supaya anak lebih bersemangat untuk melakukan kreativitas. Namun kita perlu menyeleksi pujian yang kita berikan. Bila pujian kita dapat memicu anak melakukan hal-hal yang bisa menyakiti atau membahayakan dirinya maupun orang lain, sebaiknya hindari memuji. Contoh, anak mengatakan, “Ma, aku bisa lo melompat dari atas meja ini!” Bila kita menganggap meja terlalu tinggi untuknya, sebaiknya jangan memuji melainkan larang anak, “Adek, mejanya terlalu tinggi, kalau kamu melompat nanti kakimu sakit!” Atau, ketika anak melakukan atraksi menendang dan memukul, hindari pujian yang dapat merangsang sikap agresif anak, semisal, “Wah, pukulan kamu kuat sekali, pasti batu akan hancur bila kamu pukul!”
* Beri Kesempatan Anak Bersosialisasi
Anak akan semakin kuat mengidolakan tokoh bila dia semakin sering menyaksikan tayangan teve. Sebaiknya hindari aktivitas yang semakin mendekatkan anak dengan tokoh idolanya. Kenalkan anak terhadap berbagai aktivitas lain. Caranya dengan memberikan kesempatan kepada anak untuk bersosialisasi, “Adek, main ke rumah Ryan yuk! Asyik lo di sana kamu bisa main bola.” Bila banyak alternatif kegiatan yang bisa dilakukan anak tentu anak akan terhindar dari keterikatannya dengan sang idola.
Irfan Hasuksi.
Narasumber:
Dra. Psi. Nisfie M.H. Salanto,
dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia.

Tinggalkan komentar