Ingin Punya Anak Cerdas? Beri Jarak Kelahiran Dua Tahun

SUMBER : http://health.detik.com/read/2011/11/29/074708/1777742/1301/ingin-punya-anak-cerdas-beri-jarak-kelahiran-dua-tahun

Notre Dame, Indiana, Ada cara sederhana bagi orang tua yang ingin melahirkan bayi cerdas yakni pastikan jarak kelahiran antara dua anak tidak kurang dari dua tahun. Peneliti menemukan bahwa jarak dua tahun dapat mengoptimalkan kekuatan otak anak-anak.

Efek ini paling kuat ditemui pada anak pertama dan anak kedua, namun efeknya juga terlihat di antara saudara-saudara dalam sebuah keluarga besar.

Teori ini berasal dari Kasey Buckles, ekonom yang anak-anaknya memiliki selisih umur lebih dari dua tahun. Dia mengatakan bahwa perbedaan prestasi akademik dapat diakibatkan waktu dan sumber daya yang dimiliki orang tua sebelum kelahiran anak berikutnya.

Untuk mencapai kesimpulan ini, Buckles dan rekannya melihat data dari sekitar 3.000 ibu yang melahirkan 5.000 pasang saudara. Anak-anak diberi tes prestasi kemampuan membaca dan matematika pada usia 5 dan 7 tahun.

Buckles menemukan bahwa menambah jarak kelahiran satu tahun akan meningkatkan skor membaca sang kakak. Rata-rata anak dalam penelitian ini mampu membaca 22 dari 84 kata-kata. Saudara kandung yang lebih tua bisa membaca 24 kata.

Sebanyak 300 orang Ibu telah mengalamin keguguran sehingga jarak kelahiran antara dua anaknya semakin lebar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang lebih tua dari ibu yang pernah mengalami keguguran mendapat skor tes yang lebih bagus daripada 2.700 orang ibu yang tidak terganggu jarak kelahiran anaknya akibat keguguran.

“Ini adalah pertama kalinya ditemukan manfaat sebab akibat dengan menambah jarak kelahiran antara saudara kandung,” kata Kasey Buckles, asisten profesor ekonomi di University of Notre Dame, yang memimpin penelitian.

Penelitian yang dimuat dalam Journal of Human Resources ini juga menunjukkan bahwa jarak kelahiran dua tahun juga bermanfaat untuk keluarga yang besar.

Menurut Buckles, ketika jarak kelahiran anak kurang dari dua tahun, anak yang lebih tua kehilangan waktu dan perhatian dari orangtua.

“Jarak kelahiran dua tahun ini penting karena tahun-tahun awal adalah yang paling penting dalam perkembangan anak. Membagi waktu dan perhatian ketika anak masih berusia satu tahun lebih berbahaya daripada ketika anak sudah di sekolah,” kata Buckles seperti dilansir Daily Mail, Selasa (29/11/2011).

Efek ini lebih terasa pada keluarga dengan pendapatan yang rendah, sebab keluarga dengan uang yang lebih banyak bisa mencari cara lain untuk berkompromi dalam pengasuhan anak karena kurangnya waktu yang dimiliki

Anak Cerdas Berkat Tidur 11 Jam

sumber : kompas.com

KOMPAS.com – Ingin anak Anda berprestasi di sekolah? Biasakanlah mereka untuk selalu tidur tepat waktu setiap malam.

Hasil riset terbaru para ahli di Amerika Serikat menunjukkan, pola tidur yang teratur membuat anak-anak lebih cerdas. Dibandingkan anak yang tidurnya tidak teratur, mereka yang istirahatnya selalu terjadwal memiliki kemampuan bahasa, membaca dan matematika yang lebih baik di sekolah.

Ini adalah hasil penelitian independen para ahli di SRI International yang melibatkan 8.000 anak berusia 4 tahun. Salah satu kesimpulan yang dipaparkan dalam pertemuan Associated Professional Sleep Societies itu juga menyebutkan, anak-anak rata-rata tidurnya kurang dari 11 jam setiap hari menunjukkan kemampuan yang kurang baik.

Dalam riset itu, peneliti menganalisis informasi tentang tidur anak-anak melalui wawancara dengan orang tua. Informasi ini dikumpulkan saat anak-anak berusia 9 bulan dan diulang saat mereka menginjak usia empat tahun.

Pimpinan riset Dr Erika Gaylor menyatakan, data riset juga mengungkapkan banyak anak di AS yang tidak memenuhi kebutuhan tidurnya. Alhasil, anak-anak ini mengalami gangguan dalam pertumbuhan dan sulit mencapai prestasi di sekolah.

Ia merekomendasikan para orang tua untuk mengatur jadwal tidur yang tepat sehingga anak-anak dapat mencapai kualitas tidur yang sehat. Orang tua juga harus meluangkan waktu berinteraksi dengan anak di tempat tidur secara rutin seperti membacakan buku atau mendongeng.

Stimulasi Dini Untuk Mengembangkan Kecerdasan Jamak dan Kreativitas Anak

sumber :http://episentrum.com/artikel/stimulasi-dini-untuk-mengembangkan-kecerdasan-jamak-dan-kreativitas-anak/

Apa yang dimaksud dengan kecerdasan multipel ?

Kecerdasan multipel (multiple inteligensia) adalah berbagai jenis kecerdasan yang dapat dikembangkan pada anak, antara lain verbal-linguistic (kemampuan menguraikan pikiran dalam kalimat-kalimat, presentasi, pidato, diskusi, tulisan), logical–mathematical (kemampuan menggunakan logika-matematik dalam memecahkan berbagai masalah), visual spatial (kemampuan berpikir tiga dimensi), bodily-kinesthetic (ketrampilan gerak, menari, olahraga), musical (kepekaan dan kemampuan berekspresi dengan bunyi, nada, melodi, irama), intrapersonal (kemampuan memahami dan mengendalikan diri sendiri), interpersonal (kemampuan memahami dan menyesuaikan diri dengan orang lain), naturalist (kemampuan memahami dan memanfaatkan lingkungan).

Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kualitas kecerdasan ?

Kecerdasan multipel dipengaruhi 2 faktor utama yang saling terkait yaitu faktor keturunan (bawaan, genetik) dan faktor lingkungan. Seorang anak dapat mengembangkan berbagai kecerdasan jika mempunyai faktor keturunan dan dirangsang oleh lingkungan terus menerus.

Orangtua yang cerdas anaknya cenderung akan cerdas pula jika faktor lingkungan mendukung pengembangan kecerdasaannnya sejak didalam kandungan, masa bayi dan balita. Walaupun kedua orangtuanya cerdas tetapi jika lingkungannya tidak menyediakan kebutuhan pokok untuk pengembangan kecerdasannya, maka potensi kecerdasan anak tidak akan berkembang optimal. Sedangkan orangtua yang kebetulan tidak berkesempatan mengikuti pendidikan tinggi (belum tentu mereka tidak cerdas, mungkin karena tidak ada kesempatan atau hambatan ekonomi) anaknya bisa cerdas jika dicukupi kebutuhan untuk pengembangan kecerdasan sejak di dalam kandungan sampai usia sekolah dan remaja.

Apa kebutuhan pokok untuk mengembangkan kecerdasan ?

Tiga kebutuhan pokok untuk mengembangkan kecerdasan antara lain adalah kebutuhan FISIK-BIOLOGIS (terutama untuk pertumbuhan otak, sistem sensorik dan motorik), EMOSI-KASIH SAYANG (mempengaruhi kecerdasan emosi, inter dan intrapersonal) dan STIMULASI DINI (merangsang kecerdasan-kecerdasan lain).

Kebutuhan FISIK-BIOLOGIS terutama gizi yang baik sejak di dalam kandungan sampai remaja terutama untuk perkembangan otak, pencegahan dan pengobatan penyakit-penyakit yang dapat mempengaruhi perkembangan kecerdasan, dan ketrampilan fisik untukmelakukanaktivitassehari-hari.

Kebutuhan EMOSI-KASIH SAYANG : terutama dengan melindungi, menimbulkan rasa aman dan nyaman, memperhatikan dan menghargai anak, tidak mengutamakan hukuman dengan kemarahan tetapi lebih banyak memberikan contoh-contoh dengan penuh kasih sayang. Kebutuhan STIMULASI meliputi rangsangan yang terus menerus dengan berbagai cara untuk merangsang semua system sensorik dan motorik.

Ketiga kebutuhan pokok tersebut harus diberikan secara bersamaan sejak janin didalam kandungan karena akan saling berpengaruh. Bila kebutuhan biofisik tidak tercukupi, gizinya kurang, sering sakit, maka perkembangan otaknya tidak optimal. Bila kebutuhan emosi dan kasih sayang tidak tercukupi maka kecerdasan inter dan antar personal juga rendah. Bila stimulasi dalam interaksi sehari-hari kurang bervariasi maka perkembangan kecerdasan juga kurang bervariasi.

Apa itu STIMULASI DINI ? Apa manfaatnya ?

Stimulasi dini adalah rangsangan yang dilakukan sejak bayi baru lahir (bahkan sebaiknya sejak janin 6 bulan di dalam kandungan) dilakukan setiap hari, untuk merangsang semua sistem indera (pendengaran, penglihatan, perabaan, pembauan, pengecapan). Selain itu harus pula merangsang gerak kasar dan halus kaki, tangan dan jari-jari, mengajak berkomunikasi, serta merangsang perasaan yang menyenangkan dan pikiran bayi dan balita. Rangsangan yang dilakukan sejak lahir, terus menerus, bervariasi, dengan suasana bermain dan kasih sayang, akan memacu berbagai aspek kecerdasan anak (kecerdasan multipel) yaitu kecerdasan : logiko-matematik, emosi, komunikasi bahasa (lingusitik), kecerdasan musikal, gerak (kinestetik), visuo-spasial, senirupa dll.

Cara melakukan stimulasi dini

Stimulasi sebaiknya dilakukan setiap kali ada kesempatan berinteraksi dengan bayi/balita. misalnya ketika memandikan, mengganti popok, menyusui, menyuapi makanan, menggendong, mengajak berjalan-jalan, bermain, menonton TV, di dalam kendaraan, menjelang tidur.

Stimulasi untuk bayi 0 – 3 bulan dengan cara : mengusahakan rasa nyaman, aman dan menyenangkan, memeluk, menggendong, menatap mata bayi, mengajak tersenyum, berbicara, membunyikan berbagai suara atau musik bergantian, menggantung dan menggerakkan benda berwarna mencolok (lingkaran atau kotak-kotak hitam-putih), benda-benda berbunyi, mengulingkan bayi kekanan-kekiri, tengkurap-telentang, dirangsang untuk meraih dan memegang mainan

Umur 3 – 6 bulan ditambah dengan bermain ‘cilukba’, melihat wajah bayi dan pengasuh di cermin, dirangsang untuk tengkurap, telentang bolak-balik, duduk.

Umur 6 – 9 bulan ditambah dengan memanggil namanya, mengajak bersalaman, tepuk tangan, membacakan dongeng, merangsang duduk, dilatih berdiri berpegangan.

Umur 9 – 12 bulan ditambah dengan mengulang-ulang menyebutkan mama-papa, kakak, memasukkan mainan ke dalam wadah, minum dari gelas, menggelindingkan bola, dilatih berdiri, berjalan dengan berpegangan.

Umur 12 – 18 bulan ditambah dengan latihan mencoret-coret menggunakan pensil warna, menyusun kubus, balok-balok, potongan gambar sederhana (puzzle) memasukkan dan mengeluarkan benda-benda kecil dari wadahnya, bermain dengan boneka, sendok, piring, gelas, teko, sapu, lap. Latihlah berjalan tanpa berpegangan, berjalan mundur, memanjat tangga, menendang bola, melepas celana, mengerti dan melakukan perintah-perintah sederhana (mana bola, pegang ini, masukan itu, ambil itu), menyebutkan nama atau menunjukkan benda-benda.

Umur 18 – 24 bulan ditambah dengan menanyakan, menyebutkan dan menunjukkan bagian-bagian tubuh (mana mata ? hidung?, telinga?, mulut ? dll), menanyakan gambar atau menyebutkan nama binatang & benda-benda di sekitar rumah, mengajak bicara tentang kegiatan sehari-hari (makan, minum mandi, main, minta dll), latihan menggambar garis-garis, mencuci tangan, memakai celana – baju, bermain melempar bola, melompat.

Umur 2 – 3 tahun ditambah dengan mengenal dan menyebutkan warna, menggunakan kata sifat (besar-kecil, panas-dingin, tinggi-rendah, banyak-sedikit dll), menyebutkan nama-nama teman, menghitung benda-benda, memakai baju, menyikat gigi, bermain kartu, boneka, masak-masakan, menggambar garis, lingkaran, manusia, latihan berdiri di satu kaki, buang air kecil / besar di toilet.

Setelah umur 3 tahun selain mengembangkan kemampuan-kemampuan umur sebelumnya, stimulasi juga di arahkan untuk kesiapan bersekolah antara lain : memegang pensil dengan baik, menulis, mengenal huruf dan angka, berhitung sederhana, mengerti perintah sederhana (buang air kecil / besar di toilet), dan kemandirian (ditinggalkan di sekolah), berbagi dengan teman dll. Perangsangan dapat dilakukan di rumah (oleh pengasuh dan keluarga) namun dapat pula di Kelompok Bermain, Taman Kanak-Kanak atau sejenisnya.

Pentingnya suasana ketika stimulasi

Stimulasi dilakukan setiap ada kesempatan berinteraksi dengan bayi-balita, setiap hari, terus menerus, bervariasi, disesuaikan dengan umur perkembangan kemampuannya, dilakukan oleh keluarga (terutama ibu atau pengganti ibu).

Stimulasi harus dilakukan dalam suasana yang menyenangkan dan kegembiraan antara pengasuh dan bayi/balitanya. Jangan memberikan stimulasi dengan terburu-terburu, memaksakan kehendak pengasuh, tidak memperhatikan minat atau keinginan bayi/balita, atau bayi-balita sedang mengantuk, bosan atau ingin bermain yang lain. Pengasuh yang sering marah, bosan, sebal, maka tanpa disadari pengasuh justru memberikan rangsang emosional yang negatif. Karena pada prinsipnya semua ucapan, sikap dan perbuatan pengasuh adalah merupakan stimulasi yang direkam, diingat dan akan ditiru atau justru menimbulkan ketakutan bayi-balita.

Pentingnya pola pengasuhan yang demokratik (otoritatif)

Oleh karena itu interaksi antara pengasuh dan bayi atau balita harus dilakukan dalam suasana pola asuh yang demokratik (otoritatif). Yaitu pengasuh harus peka terhadap isyarat-isyarat bayi, artinya memperhatikan minat, keinginan atau pendapat anak, tidak memaksakan kehendak pengasuh, penuh kasih sayang, dan kegembiraan, menciptakan rasa aman dan nyaman, memberi contoh tanpa memaksa, mendorong keberanian untuk mencoba berkreasi, memberikan penghargaan atau pujian atas keberhasilan atau perilaku yang baik, memberikan koreksi bukan ancaman atau hukuman bila anak tidak dapat melakukan sesuatu atau ketika melakukan kesalahan.

Mengapa stimulasi dini bisa merangsang kecerdasan multipel ?

Sel-sel otak janin dibentuk sejak 3 – 4 bulan di dalam kandungan ibu, kemudian setelah lahir sampai umur 3 – 4 tahun jumlahnya bertambah dengan cepat mencapai milyaran sel, tetapi belum ada hubungan antar sel-sel tersebut. Mulai kehamilan 6 bulan, dibentuklah hubungan antar sel, sehingga membentuk rangkaian fungsi-fungsi. Kualitas dan kompleksitas rangkaian hubungan antar sel-sel otak ditentukan oleh stimulasi (rangsangan) yang dilakukan oleh lingkungan kepada bayi-balita tersebut.

Semakin bervariasi rangsangan yang diterima bayi-balita maka semakin kompleks hubungan antar sel-sel otak. Semakin sering dan teratur rangsangan yang diterima, maka semakin kuat maka hubungan antar sel-sel otak tersebut. Semakin kompleks dan kuat hubungan antar sel-sel otak, maka semakin tinggi dan bervariasi kecerdasan anak di kemudian hari, bila dikembangkan terus menerus, sehingga anak akan mempunyai banyak variasi kecerdasan (multiple inteligensia).

Bagaimana cara merangsang kecerdasan multipel ?

Untuk merangsang kecerdasan berbahasa verbal ajaklah bercakap-cakap, bacakan cerita berulang-ulang, rangsang untuk berbicara dan bercerita, menyanyikan lagu anak-anak dll.

Latih kecerdasan logika-matematik dengan mengelompokkan, menyusun, merangkai, menghitung mainan, bermain angka, halma, congklak, sempoa, catur, kartu, teka-teki, puzzle, monopoli, permainan komputer dll.

Kembangkan kecerdasan visual-spatial dengan mengamati gambar, foto, merangkai dan membongkar lego, menggunting, melipat, menggambar, halma, puzzle, rumah-rumahan, permainan komputer dll.

Melatih kecerdasan gerak tubuh dengan berdiri satu kaki, jongkok, membungkuk, berjalan di atas satu garis, berlari, melompat, melempar, menangkap, latihan senam, menari, olahraga permainan dll.

Merangsang kecerdasan musikal dengan mendengarkan musik, bernyanyi, memainkan alat musik, mengikuti irama dan nada.

Melatih kecerdasan emosi inter-personal dengan bermain bersama dengan anak yang lebih tua dan lebih muda, saling berbagi kue, mengalah, meminjamkan mainan, bekerjasama membuat sesuatu, permainan mengendalikan diri, mengenal berbagai suku, bangsa, budaya, agama melalui buku, TV dll.

Melatih kecerdasan emosi intra-personal dengan menceritakan perasaan, keinginan, cita-cita, pengalaman, berkhayal, mengarang ceritera dll.

Merangsang kecerdasan naturalis dengan menanam biji hingga tumbuh, memelihara tanaman dalam pot, memelihara binatang, berkebun, wisata di hutan, gunung, sungai, pantai, mengamati langit, awan, bulan, bintang dll.

Bila anak mempunyai potensi bawaan berbagai kecerdasan dan dirangsang terus menerus sejak kecil dengan cara yang menyenangkan dan jenis yang bervariasi maka anak kita akan mempunyai kecerdasan yang multipel.
Bagaimana cara mengembangkan kreativitas anak ?

Kreativitas dibutuhkan oleh manusia untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari. Kreativitas harus dikembangkan sejak dini. Banyak keluarga yang tidak menyadari bahwa sikap orangtua yang otoriter (diktator) terhadap anak akan mematikan bibit-bibit kreativitas anak, sehingga ketika menjadi dewasa hanya mempunyai kreativitas yang sangat terbatas.

Bagaimana peran orangtua utk mengembangkan kreativitas anak ?

Kreativitas anak akan berkembang jika orangtua selalu bersikap otoritatif (demokratik), yaitu : mau mendengarkan omongan anak, menghargai pendapat anak, mendorong anak untuk berani mengungkapkannya. Jangan memotong pembicaraan anak ketika ia ingin mengungkapkan pikirannya. Jangan memaksakan pada anak bahwa pendapat orangtua paling benar, atau melecehkan pendapat anak

Orangtua harus mendorong anak untuk berani mencoba mengemukakan pendapat, gagasan, melakukan sesuatu atau mengambil keputusan sendiri (asalkan tidak membahayakan atau merugikan oranglain atau diri sendiri). Jangan mengancam atau menghukum anak kalau pendapat atau perbuatannya dianggap salah oleh orangtua. Anak tidaklah salah, mereka umumnya belum tahu, dalam tahap belajar. Oleh karena itu tanyakan mengapa mereka berpendapat atau berbuat demikian, beri kesempatan untuk mengemukan alasan-alasan. Berikanlah contoh-contoh, ajaklah berpikir, jangan didikte atau dipaksa, biarkan mereka yang memperbaikinya dengan caranya sendiri. Dengan demikian tidak mematikan keberanian mereka untuk mengemukakan pikiran, gagasan, pendapat atau melakukan sesuatu.

Selain itu orangtua harus mendorong kemandirian anak dalam melakukan sesuatu, menghargai usaha-usaha yang telah dilakukannya, memberikan pujian untuk hasil yang telah dicapainya walau sekecil apapun. Cara-cara ini merupakan salah satu unsur penting pengembangan kreativitas anak.

Keluarga harus merangsang anak untuk tertarik mengamati dan mempertanyakan tentang berbagai benda atau kejadian disekeliling kita, yang mereka dengar, lihat, rasakan atau mereka pikirkan dalam kehidupan sehari-hari. Orangtua harus menjawab dengan cara menyediakan sarana yang semakin merangsang anak berpikir lebih dalam, misalnya dengan memberikan gambar-gambar, buku-buku. Jangan menolak, melarang atau menghentikan rasa ingin tahu anak, asalkan tidak membahayakan dirinya atau orang lain.

Orangtua harus memberi kesempatan anak untuk mengembangkan khayalan, merenung, berfikir dan mewujudkan gagasan anak dengan cara masing-masing. Biarkan mereka bermain, menggambar, membuat bentuk-bentuk atau warna-warna dengan cara yang tidak lazim, tidak logis, tidak realistis atau belum pernah ada. Biarkan mereka menggambar sepeda dengan roda segi empat, langit berwarna merah, daun berwarna biru. Jangan banyak melarang, mendikte, mencela, mengecam, atau membatasi anak. Berilah kebebasan, kesempatan, dorongan, penghargaan atau pujian untuk mencoba suatu gagasan, asalkan tidak membahayakan dirinya atau orang lain.

Semua hal-hal tersebut akan merangsang perkembangan fungsi otak kanan yang penting untuk kreativitas anak yaitu: berfikir divergen (meluas), intuitif (berdasarkan intuisi), abstrak, bebas, simultan.

Ringkasan

Jika menginginkan anak dengan kecerdasan multipel harus dilakukan perangsangan sejak bayi setiap hari pada semua sistem indera (pendengaran, penglihatan, perabaan, pembauan, pengecapan), dengan mengajak berbicara, bermain untuk merangsang perasaan dan pikiran, merangsang gerak kasar dan halus pada leher, tubuh, kaki, tangan dan jari-jari.

Cara melakukan stimulasi harus disesuaikan dengan umur dan tahapan tumbuh -kembang anak. Stimulasi dilakukan setiap kali ada kesempatan berinteraksi dengan bayi/balita, misalnya ketika memandikan, mengganti popok, menyusui, menyuapi makanan, menggendong, mengajak berjalan-jalan, bermain, menonton TV, di dalam kendaraan, menjelang tidur, atau kapanpun dan dimanapun ketika anda dapat berinteraksi dengan balita anda. Selanjutnya dapat ditambah melalui Kelompok Bermain, Taman Kanak-Kanak dan sejenisnya.

Stimulasi harus dilakukan dalam suasana yang menyenangkan, yaitu pola asuh yang otoritatif (demokratik). Artinya : pengasuh harus peka terhadap isyarat-isyarat bayi, memperhatikan minat, keinginan atau pendapat anak, tidak memaksakan kehendak pengasuh, penuh kasih sayang, dan kegembiraan, menciptakan rasa aman dan nyaman, memberi contoh tanpa memaksa, mendorong keberanian untuk mencoba berkreasi, memberikan penghargaan atau pujian atas keberhasilan atau perilaku yang baik, memberikan koreksi bukan ancaman atau hukuman bila anak tidak dapat melakukan sesuatu atau ketika melakukan kesalahan.

Pola asuh otoritatif penting untuk mengembangkan kreativitas anak.
Dengarkan omongan anak, dorong anak untuk berani mengucapkan pendapatnya, hargai pendapat anak, jangan memotong pembicaraan anak, jangan memaksakan pendapat orangtua atau melecehkan pendapat anak.
Rangsanglah anak untuk tertarik mengamati dan mempertanyakan tentang berbagai hal dilingkungannya, beri kebebasan dan dorongan untuk mengembangkan khayalan, merenung, berfikir, mencoba dan mewujudkan gagasan. Berikan pujian untuk hasil yang telah dicapainya walau sekecil apapun.
Jangan menghentikan rasa ingin tahu anak, jangan banyak mengancam atau menghukum, beri kesempatan untuk mencoba, asalkan tidak membahayakan dirinya atau orang lain. (iis)

Berbicara Dengan Anak Usia Dua Tahun

sumber : http://cyberwoman.cbn.net.id/cbprtl/Cyberwoman/detail.aspx?x=Mother+And+Baby&y=Cyberwoman|0|0|8|437

Pada usia dua tahun anak mulai mengumpulkan perbendaraan kata. Meski kemampuan berbicara sifatnya alami, orangtua harus rajin mengasahnya.

Di usia dua tahun kemajuan si kecil tumbuh pesat. Berbagai rangsangan diperlukan guna mengoptimalkan perkembangannya, termasuk kemampuan berbicara. Saat ini kebanyakan bentuk-bentuk komunikasi pra-bicara yang tadinya sangat bermanfaat di masa bayi, seperti mengoceh, bubbling, dan menangis, mulai ditinggalkan.

Menurut Pakar Psikologi Perkembangan Elizabeth B. Hurlock, anak usia dua tahun mungkin mulai menggunakan bahasa isyarat sebagai pelengkap pembicaraan, yaitu untuk menekankan arti kata-kata yang diucapkan. Misal, jika ingin pergi, dia berkata “pergi” sambil menunjuk ke pintu rumah, atau menenteng sepatunya. Untuk minta bangun dari tidur, dia berkata “yuk bangun ” sambil turun sendiri dari ranjang. Untuk mwnolak makan dia bilang “nggak mau” sambil menutup mulut atau melarikan diri, dll. Selain itu, lanjut Hurlock, anak-anak pun mulai rajin berkomunikasi dengan orang lain menggunakan ungkapan-ungkapan emosional yang mulai bisa diterima.

Kembangkan Perbendaharaan Katanya
Pakar mencatat, rata-rata anak usia dua tahun mempunyai kemampuan mengucapkan 200 kata, tetapi tercakup dalam angka rata-rata ini adalah mereka yang hanya mampu mengucapkan selusin kata maupun yang mampu mengucapkan 500 kata atau lebih. Artinya, kemampuan ini memnag berbeda-beda. Ada anak yang baru mulai menggabungkan kata-kata sederhana, namun ada juga yang mencoba menggabungkan kata berbulan-bulan untuk kalimat yang sulit.

Nah, agar kemampuan komunikasi verbal anak cukup baik, orangtua harus membantunya. Menurut Psikolog Perkembangan Pamugari Widyastuti M.Psi, orangtua harus banyak-banyak mengajak anak berbicara, sembari mengenalkan lingkungan seperti sekolah, rumah, kebun, kebun binatang, dan segala sesuatu yang ada di lingkungan tersebut. ”Selain itu kenalkanlah juga anak pada konsep-konsep sederhana seperti besar-kecil, atas-bawah, basah-kering, dsb. Lanjutkan dengan buku-buku yang menerangkan lebih lanjut tentang hal itu, seperti buku cerita binatang dan buku tentang berbagai bentuk.”

Pada usia ini, cara terbaik membuat anak berbicara adalah dengan berbicara kepadanya. Meskipun pada umumnya orangtua secara alami akan mahir memajukan kemampuan bicara anaknya, tetapi usulan-usulan berikut ini bisa lebih memajukan percakapan dengan anak:
1. Mengembangkan kata-kata anak. Kembangkan kata-kata yang diucapkan oleh anak, maka tidak lama lagi percakapannya akan berkembang. Misal, ketika dia berkata “Rumah besar”, tambahkanlah “Itu rumah yang besar, dan rumah yang tinggi. Lihat betapa tingginya sampai ke langit.
2. Berbicara secara spesifik. Utarakan pengamatan Anda dengan sejelas mungkin. Ketika Anda ingin menunjukkan seekor kucing yang memanjat pohon, jangan hanya mengatakan “Lihat!” tapi katakan “Lihat! Saya melihat seeokor kucing putih sedang memanjat pohon. Mungkin dia sedang mengejar burung.”
3. Memberi penjelasan. Warnai kata-kata anak dengan kata pelengkap. Jangan hanya mengatakan “Itu anjing.” Tapi katakanlah, “Itu seekor anjing berwarna coklat dengan bulu yang lebat. Ia memakai ikat leher yang bagus dan berwarna merah.”
4. Sedikit memperumit. Menggunakan kalimat sederhana dan singkat untuk batita, memang bijaksana. Namun ada saatnya si kecil harus mendapat tantangan untuk mendengar kalimat-kalimat yang lebih rumit. Tetapi Anda perlu berbicara dengan ucapan yang jelas dan cukup didengar. Selain itu siaplah mengulang apa yang tidak dapat ditangkap oleh anak.
5. Melanjutkan percakapan. Bahkan jika si kecil belum bisa menggunakan kalimat, dia dapat mengikuti, menambahkan, dan pada akhirnya berpartipasi dengan penuh setiap percakapan dengan Anda.
6. Terus bertanya. Memberikan pertanyaan pada anak masih merupakan cara yang efektif untuk membangun kemampuan verbalnya. Ajukan pertanyaan yang menantang (tapi tidak membuatnya frustasi) perbendaharaan anak, tidak perlu juga sebuah pertanyaan yang perlu di jawab.
Misal, jika anak bertanya “apa itu?’
Coba jawab dengan “Menurutmu apa?”

7. Terus membaca. Membaca akan mengajar banyak hal tentang bahasa pada seorang anak, selain juga menyenangkan.
8. Bermain kata-kata. Mungkin masih terlalu dini untuk bermain scrabble, tetapi sudah waktunya bagi anak untuk bermain “apa itu?”. Peraturannya sederhana saja, saat Anda membacakan buku pada si kecil, sesekali berhentilah dan tanyakan tentang benda-benda yang ada di dalam buku tersebut.
9. Memperkenalkan alfabet. Pengenalan ABC ini berguna agar anak tidak merasa asing saat pelajaran membaca di mulai, selain juga akan membantu pengucapannya. Pengenalan ini bisa dengan nyanyian atau pun lewat buku-buku, lakukanlah tanpa memberikan paksaan pada si kecil.
10.Tunda pelajaran tata bahasa. Si kecil akan belajar banyak tentang tata bahasa yang benar dengan mendengarkan pembicaraan Anda, daripada mendengar kritikan dari ucapannya. Anda sendiri mengikuti peraturan yang benar, tetapi jangan memaksakan pada anak. Untuk saat ini, biarkan kata-kata mengalir dengan wajar – termasuk semua kesalahannya.

PANDAI BICARA, LEBIH MANDIRI
Pakar Perkembangan Anak Elizabeth B. Hurlock, dalam buku “Psikologi Perkembangan” menyatakan bahwa di masa awal kanak-kanak, Si Kecil mempunyai keinginan kuat untuk belajar berbicara. Ini disebabkan dua hal, pertama, belajar berbicara merupakan sarana pokok dalam sosialisasi. Anak-anak yang lebih mudah berkomunikasi dengan teman sebayanya akan lebih mudah mengadakan kontak sosial dan lebih mudah diterima oleh kelompok, daripada anak yang mempunyai kemampuan komunikasi terbatas.

Kedua, belajar berbicara merupakan sarana untuk memperoleh kemandirian. Anak-anak yang tidak dapat mengungkapkan keinginan dan kebutuhannya, atau yang tidak dapat berusaha agar dimengerti orang lain cenderung diperlakukan sebagai bayi dan tidak dapat memperoleh kemandirian yang diinginkan. (Rahmi)

Sumber: Tabloid Ibu Anak

Apa saja Sembilan jenis Kecerdasan itu ?

sumber : http://priwit.wordpress.com/2009/12/11/ada-9-jenis-kecerdasan-tak-sekedar-cerdas-akademik/

1.Kecerdasan Linguistik

Yaitu kecerdasan dalam mengolah kata-kata secara efektif baik bicara ataupun menulis (jurnalis, penyair, pengacara)

Ciri-ciri :

– Dapat berargumentasi, meyakinkan orang lain, menghibur atau mengajar dengan efektif lewat kata-kata

– Gemar membaca dan dapat mengartikan bahasa tulisan dengan jelas

2. Kecerdasan Matematis-Logis

Yaitu kecerdasan dalam hal angka dan logika (ilmuwan, akuntan, programmer)

Ciri-ciri :

– Mudah membuat klasifikasi dan kategorisasi

– Berpikir dalam pola sebab akibat, menciptakan hipotesis

– Pandangan hidupnya bersifat rasional

3. Kecerdasan Visual-Spasial

Yaitu kecerdasan yang mencakup berpikir dalam gambar, serta mampu untuk menyerap, mengubah dan menciptakan kembali berbagai macam aspek visual (arsitek, fotografer, designer, pilot, insinyur)

Ciri-ciri :

– Kepekaan tajam untuk detail visual, keseimbangan, warna, garis, bentuk dan ruang

– Mudah memperkirakan jarak dan ruang

– Membuat sketsa ide dengan jelas

4. Kecerdasan Kinestetik-Jasmani

Yaitu kecerdasan menggunakan tubuh atau gerak tubuh untuk mengekspresiakan gagasan dan perasaan (atlet, pengrajin, montir, menjahit, merakit model)

Ciri-ciri :

– Menikmati kegiatan fisik (olahraga)

– Cekatan dan tidak bias tinggal diam

– Berminat dengan segala sesuatu

5. Kecerdasan Musikal

Yaitu kecerdasan untuk mengembangkan, mengekspresikan dan menikmati bentuk musik dan suara (konduktor, pencipta lagu, penyanyi dsb)

Ciri-ciri :

– Peka nada dan menyanyi lagu dengan tepat

– Dapat mengikuti irama

– Mendengar music dengan tingkat ketajaman lebih

6. Kecerdasan Interpersonal

Yaitu kecerdasan untuk mengerti dan peka terhadap perasaan, intensi, motivasi, watak dan temperamen orang lain (networker, negotiator, guru)

Ciri-ciri :

– Menghadapi orang lain dengan penuh perhatian, terbuka

– Menjalin kontak mata dengan baik

– Menunjukan empati pada orang lain

– Mendorong orang lain menyampaikan kisahnya

7. Kecerdasan Intrapersonal

Yaitu kecerdasan pengetahuan akan diri sendiri dan mampu bertidak secara adaptif berdasar pengenalan diri (konselor, teolog)

Ciri-ciri :

– Membedakan berbagai macam emosi

– Mudah mengakses perasaan sendiri

– Menggunakan pemahamannya untuk memperkaya dan membimbing hidupnya

– Mawas diri dan suka meditasi

– Lebih suka kerja sendiri

8. Kecerdasan Naturalis

Yaitu kecerdasan memahami dan menikmati alam dan menggunakanya secara produktif dan mengembangkam pengetahuan akan alam

(petani, nelayan, pendaki, pemburu)

Ciri-ciri :

– Mencintai lingkungan

– Mampu mengenali sifat dan tingkah laku binatang

– Senang kegiatan di luar (alam)

9. Kecerdasan Eksistensial

Yaitu kecerdasan untuk menjawab persoalan-persoalan terdalam eksistensi atau keberadaan manusia (filsuf, teolog,)

Ciri-ciri :

– Mempertanyakan hakekat segala sesuatu

– Mempertanyakan keberadaan peran diri sendiri di alam/ dunia.

Psikotes, Sertifikat Mutlak Kemampuan Anak?

sumber :http://portal.cbn.net.id/cbprtl/cyberwoman/detail.aspx?x=MotherAndBaby&y=cyberwoman|0|0|8|1189

Psikotes bersifat kondisional sehingga tidak bisa mengukur kemampuan anak secara utuh dan berlaku selamanya.

Anda baru saja menerima selembar kertas hasil psikotes si kecil. Rasa kecewa tidak dapat dielakkan melihat indeks angka penunjuk kecerdasan anak tidak sesuai dengan harapan Anda. “Benarkah anakku tergolong tidak pintar?” Ini yang segera terbersit dalam pikiran.

Psikotes sering diasumsikan sebagai tes mengukur tingkat kecerdasan (IQ). Hal ini tidak sepenuhnya salah, namun psikotes tak hanya mengukur inteligensi, tapi juga kepribadian seseorang. Menurut psikolog perkembangan anak dari Universitas Paramadina, Alzena Masykouri MSi, psikotes merupakan istilah lain dari tes-tes psikologis yang dimaksudkan untuk mengetahui, menganalisa dan memahami aspek psikologis individu yaitu inteligensi dan atau sosial-emosi. Setiap tes memiliki tujuan dan penggunaan yang berbeda-beda tergantung pada kebutuhan. Psikotes untuk orang dewasa berbeda dengan psikotes untuk anak-anak, baik isi maupun metode pengetesannya.

Jenis tes psikologi anak juga beragam disesuaikan dengan kegunaan dan tahapan usianya. Metode yang digunakan pun beragam, misalnya menjawab pertanyaan, bercerita, menggambar, atau mengerjakan aktivitas lain. Setiap tes psikologi sudah didesain berdasarkan tingkat kemampuan anak. Jadi, tidak mungkin anak usia 2 tahun diminta untuk menuliskan kalimat.

Menurut psikolog perkembangan anak dari Universitas Indonesia, Surastuti Nurdadi Msi, psikotes bersifat kondisional artinya menguji kemampuan anak pada suatu kondisi tertentu. Sehingga bisa dikatakan tidak bisa mengukur kemampuan anak secara utuh dan berlaku selamanya. Surastuti mengatakan, psikotes yang formal dan terstandarisasi untuk anak prasekolah dan sekolah seharusnya dilakukan secara individual, bukan tes massal atau berkelompok dan dilakukan dengan interaksi langsung, berupa interview mendalam dan observasi.

Idealnya waktu psikotes memakan waktu minimal 1-2 jam. Didahului dengan suatu tahapan khusus untuk membina hubungan dengan anak agar mereka merasa aman dan nyaman. Misalnya dengan mengajak anak bermain terlebih dulu. Sehingga terjadi pendekatan emosi antara psikolog dengan anak untuk membangun kepercayaan anak. Hal ini akan memudahkan psikolog menggali potensi anak. ‘’Mimik wajah, ekspresi, bahasa tubuh, pemilihan kata-kata, dan keluwesan anak menjadi hal-hal yang diamati. Umumnya psikotes dilakukan hanya sebagai pendamping dalam pemeriksaan,’’ papar Surastuti.

Secara umum, lanjut Alzena, terdapat dua skala terstandardisasi, yaitu skala Wechsler dan skala Stanford-Binet (SB). Aspek-aspek kecerdasan yang diukur, misalnya aspek pengetahuan umum, logika-spasial, dan pemahaman bahasa. Seringkali juga dimasukkan aspek kepribadian yang mengukur motivasi, emosi, dan ketekunan. Untuk setiap aspek psikologi terdapat cara pengetesan yang disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan anak.

Untuk mengetahui kemampuan inteligensi dilakukan tes yang meliputi aspek psikologis, keterikatan terhadap tugas, dan aspek perkembangan sosial. Yang biasa diukur dan dianalisis pada aspek psikologis adalah kemampuan berpikir yang terdiri atas daya tangkap, minat terhadap lingkungan, konsentrasi, abstraksi verbal, kemampuan analisis sintesis, dan kemampuan numerik. Tes aspek keterikatan terhadap tugas (task commitment) meliputi inisiatif, daya tahan, ketelitian,dan kecekatan. Sedangkan tes aspek perkembangan sosial menelaah pemahaman nilai sosial, penyesuaian diri, dan kematangan emosi.

Sedangkan jenis tes IQ yang tidak memenuhi standarisasi bisa dilakukan secara berkelompok. Namun, jumlah dan usia pesertanya dibatasi, maksimal empat anak dan berusia di atas 5 tahun. Umumnya tes psikologis formal atau yang telah terstandardisasi ini dapat dilakukan saat anak usia 3 tahun ke atas. “Di usia ini anak sudah mampu berinteraksi dan berkomunikasi dengan baik. Sehingga memperkecil kemungkinan kesalahan atau ketidakakuratan hasil pengetesan karena faktor lain,” papar Alzena.

Menelaah Psikogram

Setelah mengikuti psikotes orang tua akan menerima hasil berupa psikogram. Dalam hasil tersebut dituliskan mengenai taraf kecerdasan anak menurut skala tertentu. Sehingga orangtua dapat melihat sejauh mana kemampuan anak. Psikogram juga berfungsi sebagai sertifikat bahwa anak telah mengikuti pemeriksaan psikologis. Namun, tidak semua pemeriksaan psikologis memerlukan psikogram. Hanya bila diminta oleh pihak ketiga, misalnya sekolah. Psikolog akan menjelaskan hasil pemeriksaannya kepada orangtua. Jadi, mintalah penjelasan atau konseling secara detil. ”Terkadang kesalahan orangtua hanya melihat angka dalam psikogram. Sebaiknya diskusikan dengan psikolog,” ujar Surastuti.

Angka kecerdasan anak terkadang tetap pada golongan tertentu namun dapat juga berubah. Bila konsep cerdas yang digunakan adalah konsep cerdas secara kognisi, psikotes dapat dijadikan landasan untuk melihat taraf kecerdasan anak. Yang harus diingat orangtua, anak tak hanya cerdas kognisi. Namun masih banyak kecerdasan lainnya dalam diri anak. “Psikotes bukanlah harga mati yang menentukan anak cerdas atau tidak,” kata Alzena.

Tidak mutlak jika anak mendapatkan IQ tinggi menandakan ia pasti berprestasi di sekolah. Bukan berarti tanpa belajar, anak dapat menghasilkan prestasi yang baik. Sebaiknya anak tak hanya berprestasi dalam bidang akademik saja. Kecerdasan merupakan potensi yang dimiliki yang harus diasah dan dilatih. Sah-sah saja mengetahui potensinya, agar anak dapat diarahkan dan belajar menggunakan potensinya dengan optimal.

Surastuti mengatakan, psikotes dilakukan bila orangtua merasa perlu mengetahui kecerdasan dan kepribadian anak. Sehingga tidak perlu dilakukan setiap tahun. Tujuannya, agar dapat mengarahkan potensi dan minat anak. Sebaiknya sampaikan maksud dan tujuan Anda, agar psikolog dapat memberikan saran pengembangan yang tepat sesuai kemampuan anak. Idealnya, anak berusia sekitar 8-12 tahun dapat mengikuti psikotes untuk mengarahkan potensi belajar dan minatnya. Namun, jika anak mengalami gangguan emosi, psikotes bisa dilakukan 6 bulan berikutnya.

Selain itu ada faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil psikotes. Alzena memaparkan, ketidaknyamanan akan membuat anak tidak termotivasi. Dampaknya, hasil psikotes pun tidak optimal seperti anak sedang mengantuk, sakit, perasaan malas, marah, sedih, atau terpaksa. Ini akan mempengaruhi kinerja anak dan menunjukkan efek negatif pada hasil pemeriksaan. Sehingga, sulit untuk mengetahui hasil yang sebenarnya. Namun, biasanya psikolog sudah mempertimbangkannya dalam melakukan pemeriksaan. Jadi, biarkan anak apa adanya.

Alzena melanjutkan, hasil tes juga dipengaruhi metode atau alat tes yang digunakan. Hasil yang didapatkan belum dapat menggambarkan kemampuan dan potensi optimal anak jika metode atau alat tes yang digunakan tidak tepat. Hal ini bisa berdampak pada penanganan yang diterapkan pada anak. Untuk menghindari kesalahpahaman, sebaiknya orangtua menanyakan metode pengetesan yang digunakan. Tanyakan pula apakah anak menggunakan alat tes yang formal dan terstandardisasi.

Psikotes di Sekolah
Istilah psikotes juga digunakan sebagai tes masuk sekolah. Alzena mengatakan, umumnya sekolah menggunakan metode pengamatan dalam bentuk aktivitas. Orangtua biasanya beranggapan, proses seleksi masuk sekolah playgroup, TK, SD, SMP, atau SMA pasti menggunakan psikotes. Padahal belum tentu, untuk tingkat prasekolah, biasanya dilakukan observasi terstruktur oleh guru atau psikolog untuk mengetahui kemampuan anak. Namun, belum dapat dikategorikan psikotes formal atau terstandarisasi.

Psikolog sekolah SD Adik Irma, Vera Itabiliana Psi mengatakan, psikotes yang diadakan di sekolah tak hanya dipergunakan saat penerimaan murid tapi juga ketika menangani anak yang mengalami masalah. Tentunya metode dan aspek-aspek yang diukurnya pun berbeda. Psikotes yang digunakan untuk seleksi penerimaan murid, digunakan untuk menetapkan kriteria yang diinginkan sekolah.

Biasanya yang menjadi aspek pengukurannya selain standar kecerdasan juga adalah kematangan sekolah anak, yaitu kemampuan beradaptasi dan kematangan emosi misalnya kemandirian anak. Sekolah juga dapat mengindentifikasi kebutuhan anak, termasuk apakah anak memiliki kebutuhan khusus atau tidak. “Psikotes di sekolah sebagai pedoman guru untuk melihat kemampuan dan karakter anak, karena setiap sekolah memiliki keterbatasan dalam menangani anak dengan kriteria tertentu,” papar Vera. Hasil tes akan digunakan oleh guru dalam menentukan metode pengajaran yang sesuai bagi siswanya.

Untuk menghadapi psikotes di sekolah biasanya orangtua sibuk mengikutkan anak menjalani psikotes di tempat lain. Vera mengingatkan, hal ini tidak perlu dilakukan karena akan mempengaruhi kemurnian hasil tes. Kemungkinan besar anak sudah mengetahui isi tes, sehingga ada efek belajar di dalamnya. Anak pun lelah dan bosan. Kondisi ini akan mempengaruhi performanya saat menjalani tes di sekolah.

Lain halnya dengan psikotes yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah anak seperti prestasi anak yang menurun di sekolah. Biasanya anak akan menjalani tahapan observasi, wawancara dan konseling. Alat tes digunakan hanya untuk membantu mengindentifikasi masalah anak. Tes psikologis ini bertujuan untuk membantu anak mengatasi masalahnya. Tak hanya masalah yang berkaitan dengan sekolah, tapi juga masalah pribadi anak.

Surastuti mengatakan, jangan langsung menghakimi anak jika mengetahui mereka tidak masuk seleksi sekolah idaman Anda. Mungkin anak tergolong pandai namun sulit menyesuaikan diri. ‘’Perlu orangtua pahami bahwa usia kanak-kanak masih dalam tahap perkembangan. Sehingga hasil psikotes tidak bisa menjadi patokan tetap kemampuan anak,’’ jelasnya. Perkembangan kecerdasan dan kemampuan anak tergantung pada stimulasi yang diterimanya dari lingkungan tempat anak bertumbuh kembang.

Psikolog perkembangan anak dari universitas Paramadina, Alzena Masykouri Msi, memaparkan beberapa hal yang penting diperhatikan dalam memilih lembaga atau psikolog:

* Ijin praktik. Untuk psikolog yang berpraktik, baik secara pribadi atau di lembaga/klinik/rumah sakit, harus memiliki ijin praktik. Dengan adanya ijin praktik tersebut, maka psikolog dianggap sudah handal dalam melakukan praktiknya.

* Metode dan alat tes yang digunakan. Dalam pelaksanaan tes kecerdasan atau kepribadian yang terstandardisasi, sudah ada metode bakunya.Biasanya, untuk anak usia dibawah 12 tahun metodenya adalah individual. Jadi bukan klasikal atau massal. Orangtua berhak pula menanyakan alat tes yang digunakan dan apa saja aktivitas yang dilakukan. Metode yang lazim digunakan adalah menggambar, bercerita, menyusun gambar, dan menjawab pertanyaan. Bila perlu, tanyakan apakah alat tes tersebut merupakan alat tes yang terstandardisasi. Orangtua juga boleh menanyakan nama tes yang digunakan.

* Hasil pemeriksaan. Biasanya orangtua akan mendapatkan hasil pemeriksaan atau psikogram. Sebenarnya yang paling penting adalah penjelasan mengenai hasil pemeriksaan tersebut. Lembaga atau psikolog akan memberikan kesempatan bagi orang tua untuk berkonsultasi mengenai hasil tersebut.

Persiapan anak sebelum psikotes
Orang tua juga tidak perlu khawatir bila anaknya harus mengikuti psikotes. Jangan dibayangkan psikotes seperti proses seleksi penerimaan karyawan. Yakinlah pada kemampuan anak. Yang penting bantu anak mempersiapkan dirinya secara matang, berikut tips menjelang psikotes dari ketiga psikolog di atas

* Tidak perlu latihan. Terkadang orangtua terlalu khawatir pada hasil psikotes. Biarkan anak apa adanya sesuai dengan kemampuannya. Perhatikan jam pemeriksaannya. Apakah waktu tersebut bertepatan dengan jam tidur siangnya atau tidak.

* Pastikan kondisi anak fit. Jangan biarkan anak tidur terlalu malam. Sebelum berangkat sebaiknya anak sarapan terlebih dulu. Selain itu, anak jangan terlalu lelah dan stres.

* Ciptakan kondisi senyaman mungkin untuk anak. Tidak perlu mewanti-wanti anak agar menjawab dengan benar. Yang perlu diingatkan, minta anak mengikuti instruksi atau kegiatan yang diberikan oleh psikolog.

* Jelaskan pada anak. Hindari menggunakan kata ‘tes’ dalam penjelasan Anda. Katakan saja, anak akan diajak bermain dengan psikolog. Gunakan kata-kata yang santai dan mudah dimengerti anak.

Sumber: Majalah Inspire Kids

Tak Semua Gen Cerdas Orangtua Menurun pada Anak

sumber : cyberjob.cbn.net.id

Mother And Baby

Secara umum ada dua faktor penentu kecerdasan anak: faktor lingkungan dan genetik. Mengenai faktor genetik atau gen cerdas, itu sebenarnya sama dengan ‘bakat’ yang dimiliki anak, atau bisa juga dibilang ‘potensi kecerdasan’ yang diturunkan orangtua. Dalam hal ini, tak semua gen cerdas orangtua akan menurun pada setiap anak. Misalnya, jika anak pertama tak mewarisi gen cerdas orangtuanya, kemungkin anak berikutnyalah yang mewarisinya.

Mendeteksi ada-tidaknya gen cerdas pada anak itu mudah, tidak perlu sampai mendeteksi kromosom (tempat bersemayamnya gen-gen — Red.) segala. Sejak dini (usia anak 3 bulan), kita sudah bisa mendeteksi bakatnya. Caranya, pantau terus perkembangannya. Jika kita membunyikan bel dan anak bisa mengikuti (menemukan) arah datangnya suara bel (dengan menolehkan kepala — Red.), berarti ia cukup cerdas dan perkembangan motoriknya baik.

Kita juga bisa memprediksi cerdas-tidaknya bayi lewat berbagai hal. Misalnya, dari berat lahirnya, ada-tidaknya kelainan (yang diketahui lewat USG), ada-tidaknya problem kelahiran, normal-tidaknya ukuran lingkar kepalanya, aktif-tidak gerakannya, langsung menangis atau tidak saat lahir, ada-tidaknya gangguan lain, dsb. Semua itu bisa jadi petunjuk apakah perkembangan otak bayi baik atau tidak. Kenapa otak? Karena kecerdasan tersangkut dengan otak. Jika semuanya positif, kemungkinan besar si bayi adalah anak yang cerdas.

Kita juga bisa mengamati perkembangan kemampuan anak di bulan-bulan sesudahnya. Misalnya, sudah bisa apa saja anak di usia 2 tahun? Bagaiman respons anak? Apakah ia banyak bertanya? dsb. Untuk itu, orangtua juga bisa berpatokan pada Kartu Menuju Sehat (KMS). Nantinya, semakin besar anak, semakin banyak parameter yang bisa kita nilai.

Punya gen cerdas bukanlah satu-satunya jaminan bahwa seorang anak akan tumbuh menjadi anak cerdas selamanya. Karena, kecerdasan dapat berubah (bahkan sampai dewasa) tergantung positif-negatifnya pengaruh lingkungan. Misalnya, anak cerdas yang menjumpai problem di sekolah bisa saja menjadi malas sehingga kecerdasannya pun berkurang.

Sebaliknya, anak tidak cerdas yang didukung sedemikian rupa oleh lingkungannya tak mustahil akan tumbuh menjadi anak yang cerdas. Jadi, orangtua yang merasa ‘biasa-biasa saja’ kecerdasaannya tak perlu kecil hati, karena kecerdasan anak masih bisa dibentuk.
Hanya saja, adakalanya faktor gen maupun lingkungan tak bisa berperan terlalu banyak. Contohnya pada anak dengan kelainan gen — semisal kromosomnya jelek (berpenyakit) — yang menyebabkan anak menjadi cacat perkembangan. Di sini, peran faktor lingkungan menjadi sangat kecil. Contoh lainnya adalah anak yang tak punya bakat cerdas dan lingkungannya pun biasa-biasa saja, namun ternyata ia tumbuh menjadi anak yang cerdas.Dr. Dwi P. Widodo, Sp.A.(K), M.Med. Dokter Spesialis Anak Konsultan, Sub Bagian Neurologi Anak RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Memiliki 95 Persen Gen Cerdas Saja Belum Cukup…

Anda merasa si kecil tak secerdas orangtuanya? Kalau ya, bukan berarti ia tidak mewarisi gen cerdas Anda, lho. Sebab penentu kecerdasan anak itu banyak. Selain faktor genetik (nature) dan faktor lingkungan (nurture) — yakni masalah gizi dan stimulasi pendidikan — ada juga hal-hal tak terduga yang turut mempengaruhi. Katakanlah terjadi kecelakaan (gegar otak) atau gangguan kesehatan pada anak (cerebral palsy, autis, dll). Anak yang punya keturunan pintar pun akan tergangu otaknya. Jadi sekali lagi, semua faktor berpengaruh. Tak ada yang utama, semua setara.

Memang, anak yang memiliki orangtua cerdas bisa dibilang membawa 95 persen gen cerdas. Tapi untuk mewujudkan itu tergantung banyak hal. Jika selama hamil ibunya kurang mengkonsumsi asupan gizi yang baik, mengkonsumsi obat-obatan atau minuman keras, maka kecerdasan dan tumbuh kembangnya akan terganggu. Jadi, cerdas-tidaknya anak sebenarnya akan terlihat dari hasil akhirnya.

Kecerdasan mulai bisa dipantau saat anak berusia 2 tahun. Yaitu ketika sudah mulai bisa bicara, atau saraf motoriknya sudah berfungsi dengan baik (misalnya, anak sudah bisa menyusun balok dengan benar). Cara mendeteksi kecerdasan yang paling mudah dan murah adalah membandingkan tingkat perkembangan anak dengan anak lain. Apakah ia berada di atas rata-rata, di bawah rata-rata atau setara? Contoh, anak usia 2 tahun biasanya sudah dapat mengucapkan 500-1.000 kata. Maka bila si kecil mampu mengucapkan lebih dari 1.000 kata, berarti ia termasuk cerdas.

Ciri-ciri anak cerdas adalah mudah menangkap ‘pelajaran’ (segala sesuatu yang diajarkan kepadanya). Misalnya, saat melihat kereta lewat kita menerangkan mengapa palang penutup jalan turun. Jika ia mampu menangkap, berarti ia termasuk anak cerdas. Ciri lainnya adalah punya ingatan baik, perbendarahan kata luas, berpikir kritis, punya daya konsentrasi yang baik, menguasai banyak bahan tentang berbagai macam topik, senang dan sering membaca, pengamatannya cermat (misalnya jika melihat sesuatu langsung bertanya), punya ungkapan diri yang lancar dan jelas, senang mempelajari kamus, peta dan ensiklopedi, serta cepat memecahkan masalah. Jika kita ingin lebih pasti, sebaiknya dilakukan uji kecerdasaan oleh psikolog lewat tes IQ. Ini sudah bisa dilakukan ketika anak berusia 2 tahun.

Bila setelah dideteksi anak termasuk kategori cerdas, tugas orangtua adalah mengupayakan agar kecerdasannya itu berlanjut. Caranya, teruslah memberi rangsangan pendidikan sesuai usianya. Usahakan aspek tumbuh kembang lainnya juga dalam kondisi baik. Anak cerdas yang sering terganggu fisiknya (sakit), lama-kelamaan akan terganggu aspek kecerdasannya. Aspek emosional juga perlu dikembangkan agar anak cerdas punya rasa percaya diri. Aspek sosial pun penting, agar anak cerdas bisa bersosialisasi dengan temannya, dsb.

Jika kita merasa ‘tidak punya gen cerdas’ atau belum menemukan tanda-tanda ‘adanya gen cerdas’ pada anak, jangan putus asa. Ingat, cerdas-tidaknya anak juga tergantung rangsangan pendidikan dan gizi yang baik. Anak cerdas tapi kurang mendapat rangsangan pendidikan serta gizi yang baik, potensi kecerdasannya otomatis akan menurun.

Jadi, orangtua harus tetap punya harapan positif terhadap anak. Bermodal harapan itu, rangsanglah kecerdasan si kecil sejak dini. Salah satu caranya, rangsanglah rasa ingin tahunya. Misalnya, kenalkan pada lingkungan sekitar, buku, musik, olahraga dan mainan edukatif. Yakinlah, setiap anak mempunyai potensi kecerdasannya masing-masing.Ike Anggraika, Psikolog Perkembangan Universitas Indonesia, Psikolog pada Klinik Anakku Green Ville, Jakarta b Andesi

Sumber: Tabloid Ibu Anak

Apa yang dimaksud dengan kecerdasan multipel ?

Sumber : tulipainzell.multiply.com

oleh : Soedjatmiko – IDAI
(diambil dr-anak.com)

Kecerdasan multipel (multiple inteligensia) adalah berbagai jenis kecerdasan yang dapat dikembangkan pada anak, antara lain verbal-linguistic (kemampuan menguraikan pikiran dalam kalimat-kalimat, presentasi, pidato, diskusi, tulisan), logical–mathematical (kemampuan menggunakan logika-matematik dalam memecahkan berbagai masalah), visual spatial (kemampuan berpikir tiga dimensi), bodily-kinesthetic (ketrampilan gerak, menari, olahraga), musical (kepekaan dan kemampuan berekspresi dengan bunyi, nada, melodi, irama), intrapersonal (kemampuan memahami dan mengendalikan diri sendiri), interpersonal (kemampuan memahami dan menyesuaikan diri dengan orang lain), naturalist (kemampuan memahami dan memanfaatkan lingkungan).

Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kualitas kecerdasan ?

Kecerdasan multipel dipengaruhi 2 faktor utama yang saling terkait yaitu faktor keturunan (bawaan, genetik) dan faktor lingkungan. Seorang anak dapat mengembangkan berbagai kecerdasan jika mempunyai faktor keturunan dan dirangsang oleh lingkungan terus menerus.
Orangtua yang cerdas anaknya cenderung akan cerdas pula jika faktor lingkungan mendukung pengembangan kecerdasaannnya sejak didalam kandungan, masa bayi dan balita. Walaupun kedua orangtuanya cerdas tetapi jika lingkungannya tidak menyediakan kebutuhan pokok untuk pengembangan kecerdasannya, maka potensi kecerdasan anak tidak akan berkembang optimal. Sedangkan orangtua yang kebetulan tidak berkesempatan mengikuti pendidikan tinggi (belum tentu mereka tidak cerdas, mungkin karena tidak ada kesempatan atau hambatan ekonomi) anaknya bisa cerdas jika dicukupi kebutuhan untuk pengembangan kecerdasan sejak di dalam kandungan sampai usia sekolah dan remaja.

Apa kebutuhan pokok untuk mengembangkan kecerdasan ?

Tiga kebutuhan pokok untuk mengembangkan kecerdasan antara lain adalah kebutuhan FISIK-BIOLOGIS (terutama untuk pertumbuhan otak, sistem sensorik dan motorik), EMOSI-KASIH SAYANG (mempengaruhi kecerdasan emosi, inter dan intrapersonal) dan STIMULASI DINI (merangsang kecerdasan-kecerdas an lain).

Kebutuhan FISIK-BIOLOGIS terutama gizi yang baik sejak di dalam kandungan sampai remaja terutama untuk perkembangan otak, pencegahan dan pengobatan penyakit-penyakit yang dapat mempengaruhi perkembangan kecerdasan, dan ketrampilan fisik untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

Kebutuhan EMOSI-KASIH SAYANG : terutama dengan melindungi, menimbulkan rasa aman dan nyaman, memperhatikan dan menghargai anak, tidak mengutamakan hukuman dengan kemarahan tetapi lebih banyak memberikan contoh-contoh dengan penuh kasih sayang. Kebutuhan STIMULASI meliputi rangsangan yang terus menerus dengan berbagai cara untuk merangsang semua system sensorik dan motorik.

Ketiga kebutuhan pokok tersebut harus diberikan secara bersamaan sejak janin didalam kandungan karena akan saling berpengaruh. Bila kebutuhan biofisik tidak tercukupi, gizinya kurang, sering sakit, maka perkembangan otaknya tidak optimal. Bila kebutuhan emosi dan kasih sayang tidak tercukupi maka kecerdasan inter dan antar personal juga rendah. Bila stimulasi dalam interaksi sehari-hari kurang bervariasi maka perkembangan kecerdasan juga kurang bervariasi.

Apa itu STIMULASI DINI ? Apa manfaatnya ?

Stimulasi dini adalah rangsangan yang dilakukan sejak bayi baru lahir (bahkan sebaiknya sejak janin 6 bulan di dalam kandungan) dilakukan setiap hari, untuk merangsang semua sistem indera (pendengaran, penglihatan, perabaan, pembauan, pengecapan). Selain itu harus pula merangsang gerak kasar dan halus kaki, tangan dan jari-jari, mengajak berkomunikasi, serta merangsang perasaan yang menyenangkan dan pikiran bayi dan balita. Rangsangan yang dilakukan sejak lahir, terus menerus, bervariasi, dengan suasana bermain dan kasih sayang, akan memacu berbagai aspek kecerdasan anak (kecerdasan multipel) yaitu kecerdasan : logiko-matematik, emosi, komunikasi bahasa (lingusitik) , kecerdasan musikal, gerak (kinestetik) , visuo-spasial, senirupa dll.

Cara melakukan stimulasi dini

Stimulasi sebaiknya dilakukan setiap kali ada kesempatan berinteraksi dengan bayi/balita. misalnya ketika memandikan, mengganti popok, menyusui, menyuapi makanan, menggendong, mengajak berjalan-jalan, bermain, menonton TV, di dalam kendaraan, menjelang tidur.
Stimulasi untuk bayi 0 – 3 bulan dengan cara : mengusahakan rasa nyaman, aman dan menyenangkan, memeluk, menggendong, menatap mata bayi, mengajak tersenyum, berbicara, membunyikan berbagai suara atau musik bergantian, menggantung dan menggerakkan benda berwarna mencolok (lingkaran atau kotak-kotak hitam-putih) , benda-benda berbunyi, mengulingkan bayi kekanan-kekiri, tengkurap-telentang , dirangsang untuk meraih dan memegang mainan

Umur 3 – 6 bulan ditambah dengan bermain ‘cilukba’, melihat wajah bayi dan pengasuh di cermin, dirangsang untuk tengkurap, telentang bolak-balik, duduk.

Umur 6 – 9 bulan ditambah dengan memanggil namanya, mengajak bersalaman, tepuk tangan, membacakan dongeng, merangsang duduk, dilatih berdiri berpegangan.

Umur 9 – 12 bulan ditambah dengan mengulang-ulang menyebutkan mama-papa, kakak, memasukkan mainan ke dalam wadah, minum dari gelas, menggelindingkan bola, dilatih berdiri, berjalan dengan berpegangan.

Umur 12 – 18 bulan ditambah dengan latihan mencoret-coret menggunakan pensil warna, menyusun kubus, balok-balok, potongan gambar sederhana (puzzle) memasukkan dan mengeluarkan benda-benda kecil dari wadahnya, bermain dengan boneka, sendok, piring, gelas, teko, sapu, lap. Latihlah berjalan tanpa berpegangan, berjalan mundur, memanjat tangga, menendang bola, melepas celana, mengerti dan melakukan perintah-perintah sederhana (mana bola, pegang ini, masukan itu, ambil itu), menyebutkan nama atau menunjukkan benda-benda.

Umur 18 – 24 bulan ditambah dengan menanyakan, menyebutkan dan menunjukkan bagian-bagian tubuh (mana mata ? hidung?, telinga?, mulut ? dll), menanyakan gambar atau menyebutkan nama binatang & benda-benda di sekitar rumah, mengajak bicara tentang kegiatan sehari-hari (makan, minum mandi, main, minta dll), latihan menggambar garis-garis, mencuci tangan, memakai celana – baju, bermain melempar bola, melompat.

Umur 2 – 3 tahun ditambah dengan mengenal dan menyebutkan warna, menggunakan kata sifat (besar-kecil, panas-dingin, tinggi-rendah, banyak-sedikit dll), menyebutkan nama-nama teman, menghitung benda-benda, memakai baju, menyikat gigi, bermain kartu, boneka, masak-masakan, menggambar garis, lingkaran, manusia, latihan berdiri di satu kaki, buang air kecil / besar di toilet.

Setelah umur 3 tahun selain mengembangkan kemampuan-kemampuan umur sebelumnya, stimulasi juga di arahkan untuk kesiapan bersekolah antara lain : memegang pensil dengan baik, menulis, mengenal huruf dan angka, berhitung sederhana, mengerti perintah sederhana (buang air kecil / besar di toilet), dan kemandirian (ditinggalkan di sekolah), berbagi dengan teman dll. Perangsangan dapat dilakukan di rumah (oleh pengasuh dan keluarga) namun dapat pula di Kelompok Bermain, Taman Kanak-Kanak atau sejenisnya.

Pentingnya suasana ketika stimulasi

Stimulasi dilakukan setiap ada kesempatan berinteraksi dengan bayi-balita, setiap hari, terus menerus, bervariasi, disesuaikan dengan umur perkembangan kemampuannya, dilakukan oleh keluarga (terutama ibu atau pengganti ibu).

Stimulasi harus dilakukan dalam suasana yang menyenangkan dan kegembiraan antara pengasuh dan bayi/balitanya. Jangan memberikan stimulasi dengan terburu-terburu, memaksakan kehendak pengasuh, tidak memperhatikan minat atau keinginan bayi/balita, atau bayi-balita sedang mengantuk, bosan atau ingin bermain yang lain. Pengasuh yang sering marah, bosan, sebal, maka tanpa disadari pengasuh justru memberikan rangsang emosional yang negatif. Karena pada prinsipnya semua ucapan, sikap dan perbuatan pengasuh adalah merupakan stimulasi yang direkam, diingat dan akan ditiru atau justru menimbulkan ketakutan bayi-balita.

Pentingnya pola pengasuhan yang demokratik (otoritatif)

Oleh karena itu interaksi antara pengasuh dan bayi atau balita harus dilakukan dalam suasana pola asuh yang demokratik (otoritatif). Yaitu pengasuh harus peka terhadap isyarat-isyarat bayi, artinya memperhatikan minat, keinginan atau pendapat anak, tidak memaksakan kehendak pengasuh, penuh kasih sayang, dan kegembiraan, menciptakan rasa aman dan nyaman, memberi contoh tanpa memaksa, mendorong keberanian untuk mencoba berkreasi, memberikan penghargaan atau pujian atas keberhasilan atau perilaku yang baik, memberikan koreksi bukan ancaman atau hukuman bila anak tidak dapat melakukan sesuatu atau ketika melakukan kesalahan.
Mengapa stimulasi dini bisa merangsang kecerdasan multipel ?

Sel-sel otak janin dibentuk sejak 3 – 4 bulan di dalam kandungan ibu, kemudian setelah lahir sampai umur 3 – 4 tahun jumlahnya bertambah dengan cepat mencapai milyaran sel, tetapi belum ada hubungan antar sel-sel tersebut. Mulai kehamilan 6 bulan, dibentuklah hubungan antar sel, sehingga membentuk rangkaian fungsi-fungsi. Kualitas dan kompleksitas rangkaian hubungan antar sel-sel otak ditentukan oleh stimulasi (rangsangan) yang dilakukan oleh lingkungan kepada bayi-balita tersebut.

Semakin bervariasi rangsangan yang diterima bayi-balita maka semakin kompleks hubungan antar sel-sel otak. Semakin sering dan teratur rangsangan yang diterima, maka semakin kuat maka hubungan antar sel-sel otak tersebut. Semakin kompleks dan kuat hubungan antar sel-sel otak, maka semakin tinggi dan bervariasi kecerdasan anak di kemudian hari, bila dikembangkan terus menerus, sehingga anak akan mempunyai banyak variasi kecerdasan (multiple inteligensia) .

Bagaimana cara merangsang kecerdasan multipel ?

Untuk merangsang kecerdasan berbahasa verbal ajaklah bercakap-cakap, bacakan cerita berulang-ulang, rangsang untuk berbicara dan bercerita, menyanyikan lagu anak-anak dll.
Latih kecerdasan logika-matematik dengan mengelompokkan, menyusun, merangkai, menghitung mainan, bermain angka, halma, congklak, sempoa, catur, kartu, teka-teki, puzzle, monopoli, permainan komputer dll.

Kembangkan kecerdasan visual-spatial dengan mengamati gambar, foto, merangkai dan membongkar lego, menggunting, melipat, menggambar, halma, puzzle, rumah-rumahan, permainan komputer dll.

Melatih kecerdasan gerak tubuh dengan berdiri satu kaki, jongkok, membungkuk, berjalan di atas satu garis, berlari, melompat, melempar, menangkap, latihan senam, menari, olahraga permainan dll.
Merangsang kecerdasan musikal dengan mendengarkan musik, bernyanyi, memainkan alat musik, mengikuti irama dan nada.

Melatih kecerdasan emosi inter-personal dengan bermain bersama dengan anak yang lebih tua dan lebih muda, saling berbagi kue, mengalah, meminjamkan mainan, bekerjasama membuat sesuatu, permainan mengendalikan diri, mengenal berbagai suku, bangsa, budaya, agama melalui buku, TV dll.

Melatih kecerdasan emosi intra-personal dengan menceritakan perasaan, keinginan, cita-cita, pengalaman, berkhayal, mengarang ceritera dll.
Merangsang kecerdasan naturalis dengan menanam biji hingga tumbuh, memelihara tanaman dalam pot, memelihara binatang, berkebun, wisata di hutan, gunung, sungai, pantai, mengamati langit, awan, bulan, bintang dll.
Bila anak mempunyai potensi bawaan berbagai kecerdasan dan dirangsang terus menerus sejak kecil dengan cara yang menyenangkan dan jenis yang bervariasi maka anak kita akan mempunyai kecerdasan yang multipel.

Bagaimana cara mengembangkan kreativitas anak ?

Kreativitas dibutuhkan oleh manusia untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari. Kreativitas harus dikembangkan sejak dini. Banyak keluarga yang tidak menyadari bahwa sikap orangtua yang otoriter (diktator) terhadap anak akan mematikan bibit-bibit kreativitas anak, sehingga ketika menjadi dewasa hanya mempunyai kreativitas yang sangat terbatas.

Bagaimana peran orangtua utk mengembangkan kreativitas anak ?

Kreativitas anak akan berkembang jika orangtua selalu bersikap otoritatif (demokratik) , yaitu : mau mendengarkan omongan anak, menghargai pendapat anak, mendorong anak untuk berani mengungkapkannya. Jangan memotong pembicaraan anak ketika ia ingin mengungkapkan pikirannya. Jangan memaksakan pada anak bahwa pendapat orangtua paling benar, atau melecehkan pendapat anak

Orangtua harus mendorong anak untuk berani mencoba mengemukakan pendapat, gagasan, melakukan sesuatu atau mengambil keputusan sendiri (asalkan tidak membahayakan atau merugikan oranglain atau diri sendiri). Jangan mengancam atau menghukum anak kalau pendapat atau perbuatannya dianggap salah oleh orangtua. Anak tidaklah salah, mereka umumnya belum tahu, dalam tahap belajar. Oleh karena itu tanyakan mengapa mereka berpendapat atau berbuat demikian, beri kesempatan untuk mengemukan alasan-alasan. Berikanlah contoh-contoh, ajaklah berpikir, jangan didikte atau dipaksa, biarkan mereka yang memperbaikinya dengan caranya sendiri. Dengan demikian tidak mematikan keberanian mereka untuk mengemukakan pikiran, gagasan, pendapat atau melakukan sesuatu.

Selain itu orangtua harus mendorong kemandirian anak dalam melakukan sesuatu, menghargai usaha-usaha yang telah dilakukannya, memberikan pujian untuk hasil yang telah dicapainya walau sekecil apapun. Cara-cara ini merupakan salah satu unsur penting pengembangan kreativitas anak.
Keluarga harus merangsang anak untuk tertarik mengamati dan mempertanyakan tentang berbagai benda atau kejadian disekeliling kita, yang mereka dengar, lihat, rasakan atau mereka pikirkan dalam kehidupan sehari-hari. Orangtua harus menjawab dengan cara menyediakan sarana yang semakin merangsang anak berpikir lebih dalam, misalnya dengan memberikan gambar-gambar, buku-buku. Jangan menolak, melarang atau menghentikan rasa ingin tahu anak, asalkan tidak membahayakan dirinya atau orang lain.

Orangtua harus memberi kesempatan anak untuk mengembangkan khayalan, merenung, berfikir dan mewujudkan gagasan anak dengan cara masing-masing. Biarkan mereka bermain, menggambar, membuat bentuk-bentuk atau warna-warna dengan cara yang tidak lazim, tidak logis, tidak realistis atau belum pernah ada. Biarkan mereka menggambar sepeda dengan roda segi empat, langit berwarna merah, daun berwarna biru. Jangan banyak melarang, mendikte, mencela, mengecam, atau membatasi anak. Berilah kebebasan, kesempatan, dorongan, penghargaan atau pujian untuk mencoba suatu gagasan, asalkan tidak membahayakan dirinya atau orang lain.

Semua hal-hal tersebut akan merangsang perkembangan fungsi otak kanan yang penting untuk kreativitas anak yaitu: berfikir divergen (meluas), intuitif (berdasarkan intuisi), abstrak, bebas, simultan.

Jumlah Juluran Di Otak

SUMBER : http://cidera-otak.blog.friendster.com/

Makin Cerdas, makin Besar Jumlah Juluran di Otak

Gizi.net – SECARA genetika, otak anak yang terlahir memang tidak bisa diubah lagi, namun bisa direkayasa oleh lingkungan sekitarnya. Dalam makalah yang ditulis Prof Dr Soemarmo Markam SpS, Dr Andre Mayza SpS, dan Dr Herry Pujiasuti SpS, dari bagian Neurologi FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo, dijelaskan otak manusia bisa dimaksimalkan fungsinya dengan merekayasa lingkungan sekitarnya.

Menurut Prof Soemarmo, ketika bayi lahir berat otak kurang lebih 350 gram. Pada perkembangannya, terjadi penambahan berat otak bayi. Pada umur tiga bulan berat otak 500 gram, usia enam bulan 650 gram, umur sembilan bulan beratnya mencapai 750 gram, menginjak umur 12 bulan menjadi 925 gram, dan pada umur 18 bulan mencapai 1.000 gram.

Satuan yang membentuk otak ialah sel saraf yang merupakan neurochips, yang jumlahnya sedikitnya 100 miliar buah. Sel saraf ini mempunyai banyak synapsis (sambungan antarneuron). Semakin banyak synapsis, semakin banyak neuron yang menyatu membentuk unit-unit. Kualitas kemampuan otak dalam menyerap dan mengolah informasi tergantung pada banyaknya neuron yang membentuk unit-unit.

Setelah bayi lahir, jumlah sel sarafnys sendiri tidak bertambah lagi, karena sel saraf tidak dapat membelah diri lagi. Tetapi, synapsis–juluran, istilah awamnya mempunyai daya untuk bercabang-cabang dan membuat ranting-ranting hingga usia lanjut.

Keajaiban otak ini bila diprogram dengan cara belajar, maka cabang dan ranting juluran saraf akan tumbuh dan berkembang dan saling menjalin dan membentuk hubungan (networking)

“Sebaliknya, apabila tidak digunakan, cabang-cabang ini akan melisut atau mengecil dan dapat menghilang hingga hubungan antarsel menjadi kurang rimbun, atau lebih gersang,” ujar Prof Soemarmo.

Pertumbuhan otak bisa dilihat dari peningkatan
beratnya. Tetapi, itu bukan disebabkan bertambahnya jumlah sel saraf,
melainkan tumbuhnya cabang juluran dan terbentuknya simpai lemak di
sekitar serat-serat saraf yang sudah ada.

Lalu, bagaimana mekanisme perkembangan itu terjadi?

Menurut dr Andre Mayza SpS, ketika bayi lahir, sebagian berkas-berkas saraf ada yang belum dapat berfungsi dengan baik karena adanya isolasinya, yaitu simpai lemak belum terbentuk. Ia memberi contoh pada bayi yang baru lahir belum dapat berdiri dan berjalan. Bayi hanya dapat melakukannya setelah berkas saraf yang mengurus gerakan mendapatkan simpai lemak yang sempurna.

Pertumbuhan jaringan otak ini tentu memerlukan gizi yang baik. Anak memerlukan semua bahan makanan dalam jumlah cukup, seperti karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral. Kekurangan gizi pada usia dini dapat mengakibatkan terganggunya pertumbuhan otak dengan akibat daya kerjanya berkurang

Televisi Hambat Perkembangan Otak Bayi

sumber : KOMPAS

TELEVISI punya pengaruh buruk terhadap anak-anak.
Setidaknya jika merujuk hasil penelitian yang melibatkan
329 anak berusia dua bulan sampai empat tahun. Studi itu
menyimpulkan suara televisi secara konstan mengurangi
perhatian dan perkembangan kognitif anak-anak. “Suara
televisi jelas-jelas mengurangi percakapan antara bayi dan
pengasuhnya. Ini berpotensi mempengaruhi perkembangan
bayi,” ujar Dimitri Christakis, profesor pediatrik Universitas
Washington yang memimpin studi tersebut.
Selama penelitian, tiap bayi diberikan alat perekam yang
dikenakan di saku bajunya. Hanya saat mandi, tidur, dan
berobat saja alat itu dilepas. Alat tersebut terus dipasang
selama dua tahun. Melalui alat tersebut, maka bisa diketahui
seberapa banyak kata-kata yang dikuasai anak-anak.
Studi itu akhirnya menjelaskan dimana tiap sejam suara
televisi itu ternyata berhubungan dengan turunnya secara
signifikan kemampuan, durasi, dan percakapan vocal anakanak.
Rata-rata, tiap penambahan sejam menyaksi

Masalah Kecerdasan: Perlu Keseimbangan Otak Kiri dan Kanan

Source : http://www.gizi.net/cgibin/berita/fullnews.cgi?newsid1125303292,40340,

Masyarakat sering kali menilai IQ (intelligence quotient) disamakan dengan intelegensi atau kecakapan. Padahal, IQ hanya mengukur sebagian kecil dari kecakapan.

”Justru anak yang cerdas itu adalah anak yang bisa bereaksi secara logis dan berguna terhadap apa yang dialami di lingkungannya,” jelas Eileen Rachman, psikolog yang juga Direktur Experd, konsultan sumber daya manusia pada seminar 10 Cara Mempertajam IQ dan EQ (emotional quotient) Anak, Sabtu (27/8) di Jakarta. Pada seminar yang sama juga diluncurkan buku berjudul Mengoptimalkan Kecerdasan Anak.

Eileen menjelaskan, IQ merupakan angka yang dipakai untuk menggambarkan kapasitas berpikir seseorang dibandingkan dengan rata-rata orang lain. Pada umumnya IQ rata-rata orang diberi angka 100.

“IQ hanya digunakan antara lain membayangkan ruang, melihat lingkungan sekeliling secara runtut dan mencari hubungan antara satu bentuk dan bentuk lainnya. Tetapi IQ tidak mengukur kreativitas, kemampuan sosial, dan kearifannya,” katanya.

Sementara itu, kecerdasan anak dilihat dari pemahaman dan kesadaran terhadap apa yang dialaminya. Kemudian di dalam pikirannya, pengalaman itu diubah menjadi kata-kata atau angka. Karena itu, Eileen menekankan pentingnya pemahaman. ”Karena pemahaman adalah kombinasi antara upaya memperbanyak masukan melalui pancaindra dan pengetahuan yang sudah dimiliki,” jelas Eileen.

Bagaimana mengoptimalkan kecerdasan anak? Eileen menyarankan agar para orang tua meningkatkan cara belajar, membaca, dan mengulang. Misalnya, untuk memperkenalkan cara membaca, ibu membantu anak dengan memberi garis di bawah kata-kata yang penting, meminta anak membaca dengan suara keras dan menjelaskan makna bacaannya.

Selain itu, orang tua juga mengenalkan strategi, mengambil keputusan yang rasional, mencetuskan ide selancar mungkin, midmapping, meningkatkan perbendaharaan kata-kata, berpikir sambil membayangkan, humor, berpikir kritis, dan bermain. Tujuannya menyeimbangkan kerja otak kiri dan kanan, karena struktur otak belahan kiri dan kanan mempunyai tugas yang berbeda.

Kenapa perlu menyeimbangkan kerja otak kiri dan kanan? Eileen mengatakan agar anak bisa membaca lancar dengan pemahaman penuh, menulis secara kreatif, mengeja, mengingat, mendengar, berpikir sekaligus pada saat yang sama atau menjadi juara pada cabang olahraga tertentu. Semua itu dibutuhkan koordinasi otak kiri dan kanan dengan baik serta terlatih.

Tetapi menyeimbangkan kerja otak kiri dan kanan bisa pula melalui kebiasaan. Eileen menjelaskan, misalnya dengan menikmati musik dan kesenian, menikmati warna, ruang dan bentuk, menghargai kreativitas dan menghargai kepekaan perasaan.

Sementara itu, dr Andre Meaza mengatakan bahwa masa usia dini merupakan periode emas untuk melakukan proses stimulasi aktif melalui proses pengindraan dengan tujuan membentuk wiring system. ”Tahapan awal kehidupan anak merupakan tahapan penting karena anak sudah mampu menerima keterampilan dan pengajaran sebagai dasar pengetahuan dan proses berpikir.”

Andre juga menjelaskan, separuh perkembangan intelektual anak berlangsung sebelum memasuki usia 4 tahun. Justru perkembangan kognitif usia 17 tahun merupakan akumulasi perkembangan dari anak lahir.

Menurut Andre, anak berusia 0-4 tahun memiliki perkembangan kognitif sebesar 50%, 4-8 tahun sebesar 30% dan 9-17 tahun sebesar 20%. ”Memang perkembangan otak sebelum usia 1 tahun lebih cepat, tetapi kematangan otak berlangsung sesudah anak lahir,” katanya.

Dia mengingatkan bahwa pengaruh lingkungan awal pada perkembangan otak akan berdampak lama. Oleh karena itu, anak yang mendapat stimulasi lingkungan yang baik, fungsi otaknya akan berkembang lebih baik. (Drd/H-4).

Sumber:
http://www.mediaindo.co.id